Asbabul Wurud Al-Hadits

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-qur’an. Ketika memahami suatu hadits, tidak cukup hanya melihat teks haditsnya saja, khususnya ketika hadits itu mempunyai asbabul wurud, melainkan harus melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya, seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an. Perlu dicatat bahwa tidak semua Hadis mempunyai asbabul wurud. Sebagian Hadis mempunyai asbabul wurud khusus, tegas dan jelas, namun sebagian yang lain tidak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Asbabul Wurud Al-Hadits?
2. Apa saja macam-macam Asbabul Wurud Al-Hadits?
3. Apa peranan penting Asbabul Wurud Al-Hadits?
4. Bagaimana Cara mengetahui Asbabul Wurud Al-Hadits?
5. Apa saja kitab-kitab yang menjelaskan tentang Asbabul Wurud Al-Hadits?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Asbabul Wurud Al-Hadits.
2. Menjelaskan macam-macam Asbabul Wurud Al-Hadits.
3. Mendeskripsikan peranan penting Asbabul Wurud Al-Hadits.
4. Menjelaskan Cara mengetahui Asbabul Wurud Al-Hadits.
5. Mengetahui kitab-kitab yang menjelaskan tentang Asbabul Wurud Al-Hadits.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabul Wurud Al-Hadits
Asbab menurut arti lughawi adalah bentuk jama’ dari kata sabab, yang berarti tali. Menurut Ibnu Manzhur dalam kamus Lisan al-‘Arab mengatakan bahwa arti Asbab adalah saluran, yang dijelaskan sebagai: “segala sesuatu yang menghubungkan suatu benda ke benda lainnya”. Hal ini juga dikatakan dalam Mu’jam al-Wasith yaitu segala sesuatu yang mengantarkan kepada tujuan. Atau suatu jalan yang menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dari hukum itu sendiri, demikian yang dikatakan oleh para ahli hukum Islam sebagaimana yang ditulis oleh Suyuthi.
Adapun kata Wurud adalah jama’ dari maurid/mauridah yang berarti air yang memancar atau air yang mengalir. Dengan demikian dapat disiimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Asbab al-Wurud adalah sesuatu atau sebab-sebab yang
membatasi arti suatu hadits, baik itu dalam pengertian ‘am atau khash, mutlak atau terbatas dan seterusnya. Dengan kata lain, “suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadits saat kemunculannya atau konteks sosial dari sebuah teks” sama halnya dengan definisi Hasbi ash-Shiddiqi yang mengatakan bahwa Asbab al-Wurud adalah ilmu untuk mengetahui sebab-sebab munculnya sebuah hadits, waktu dan tempat terjadinya.
Menurut Nuruddin ‘Itr, bahwa asbabul wurud Al hadits adalah kasus yang dibicarakan oleh suatu hadits pada waktu kasus tersebut terjadi. Kedudukan ilmu ini bagi hadits sama dengan posisi asbabun Nuzul bagi Al-qu’an al Karim. Ilmu ini merupakan suatu jalan yang paling tepat untuk memahami hadits, karena mengetahui suatu sebab akan melahirkan pengetahuan tentang musabab.

B. Macam-macam Asbabul Wurud Al hadits
Menurut al-Suyuti, asbab al-wurud dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) sebab yang berupa ayat Alquran, 2) sebab yang berupa Hadis itu sendiri 3) sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.

1. Sebab yang berupa ayat Al-qur’an
Maksudnya, ayat Alquran itu menjadi penyebab Nabi SAW Mengeluarkan sabdanya. Karena banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang turun dalam bentuk umum, sedangkan yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah makna khusus atau lantaran adanya kemusykilan yang membutuhkan penjelasan. Contohnya antara lain firman Allah swt. yang berbunyi:

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”
Dalam memahami ayat di atas, sebagian para sahabat memahami zulm dengan makna aniaya dan melanggar batas ajaran agama. Dikarenakan oleh hal inilah kemudian mereka mengadu dan menanyakannya pada Rasulullah, maka beliau menegaskan bahwa zulm disini maksudnya adalah syirk (mempersekutukan Allah) sebagaimana yang terdapat dalam surat Luqman ayat 13, Yang artinya “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia menasihatinya (dari saat ke saat): “Hai anakku (sayang)! Janganlah engkau mempersekutukan Allah (dengan apa pun), sesungguhnya mempersekutukan (Allah swt.) adalah benar-benar kezaliman yang sangat besar.”

2. Sebab yang berupa hadis
Maksudnya, pada waktu itu terdapat suatu hadis namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap hadis tersebut. Contoh hadis yang berbunyi
Artinya : Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang”. (HR. al-Hakim)
Dalam memahami hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul!, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi saw. menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Anas ibn Malik. Suatu ketika Nabi saw. bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap
jenazah tersebut seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi saw. berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) dengan mengucapkannya sebanyak tiga kali. Kemudian Nabi saw. bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”.
Ketika mendengar komentar Nabi saw. yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul!, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya
Allah swt. memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan atau keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenazah itu jahat.

3. Sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid ibn Suwaid al-Saqafi. Pada waktu Fath Makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada Nabi saw. seraya berkata: “Saya bernazar akan shalat di Bait al-Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat di sini, yakni Masjid al-Haram itu lebih utama”. Nabi saw. lalu bersabda:
“Demi zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat di sini (Masjid al-Haram) maka sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi nazarmu”. Kemudian Nabi saw., bersabda lagi: “Shalat di Mesjid ini, yaitu Masjid al-Haram itu lebih utama daripada seratus ribu kali shalat di selain al-Masjid al-Haram.

C. Peranan penting Asbabul Wurud Al-Hadits
Asbab wurud al-hadits mempunyai peranan penting dalam rangka memahami suatu hadits. Sebab biasanya hadits yang disampaikan oleh Nabi bersifat kasuistik, kultural, bahkan temporal. Pemahaman hadits yang mengabaikan peranan asbab wurud al-hadits akan cenderung bersifat kaku, bahkan kadang kurang akomodatif terhadap perkembangan zaman. Dengan demikian, asbab wurud al-hadits memiliki urgensi, antara lain :
1. Mempermudah memahami hadits-hadits, khususnya yang tampak bertentangan satu sama lain.
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak.
3. Mentafsil (merinci) hadits yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalam suatu hadits.
5. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dipahami).
7. Menentukan adanya takhsis hadits yang bersifat umum.
8. Mengetahui hikmah disyariatkan suatu hukum.
Dengan mengetahui sabab al-wurud, seseorang dapat mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syariat dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa karena dasar kecintaan dan keringanan terhadap umat.

D. Cara mengetahui Asbabul Wurud Al-Hadits
Cara mengetahui asbab al-wurud sebenarnya melalui riwayat dan ijtihad. Dua cara ini terbagi menjadi dua, yaitu melalui riwayat untuk asbab al-wurud mikro dan melalui ijtihad untuk asbab al-wurud makro.
1. Asbab al-wurud mikro
Melalui riwayat teks hadis Nabi. Artinya bahwa teks-teks tersebut menunjukkan adanya peristiwa atau pertanyaan yang mendorong Nabi untuk bersabda atau berbuat sesuatu. Ini dibagi menjadi dua macam, yaitu teks tegas dan ada yang kurang tegas. Contoh teks tegas adalah ketika Nabi mencampakkan kurma, karena ragu-ragu, apakah kurma tersebut sebagai zakat atau hadiah, sebab Nabi dilarang menerima harta zakat. Sedangkan contoh sabab teks kurang tegas adalah ketika Nabi sujud dua kali karena beliau lupa salat Zuhur hingga lima rakaat. Riwayat ini memberi isyarat bahwa barangsiapa yang lupa melebihi rakaat salat, ia dianjurkan sujud sahwi dua kali.
Melalui Aqwal al-sahabah (informasi sahabat). Ini mengingat bahwa mereka adalah orang-orang yang hidup sezaman dengan Nabi dan ikut menyaksikan peristiwa atau menanyakan sesuatu langsung kepada Nabi. Contohnya hadis berkaitan dengan mayat disiksa karena tangisan keluarganya, sebagaimana sudah banyak dijumpai dalam beberapa literatur.
2. Asbab al-wurud makro
Melalui Ijtihad. Hal ini dilakukan jika tidak ditemukan riwayat yang jelas mengenai sabab al-wurud. Ijtihad bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan hadis-hadis lain yang setema, analisa sejarah atau melalui pembacaan hermeneutik terhadap sosio-kultural yang berkembang saat itu sehingga mampu menggabungkan antara ide dalam teks hadis dengan konteks munculnya hadis. Karya-karya yang berhubungan dengan sejarah Arab atau kondisi masyarakat Arab (Makkah dan Madinah) ketika suatu hadis disampaikan Nabi, seperti: 1) kitab-kitab Sirah Nabawiyah, 2) kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan syarh hadis, 3) kitab-kitab Rijal Hadis, 4) kitab-kitab Jarh wa Ta’dil, dan lainnya yang dianggap berhubungan dengan ilmu asbab al-wurud.
Di samping itu, beberapa pendekatan alternatif yang dapat digunakan sebagai alat bantu sebagaimana berikut:
Melakukan pemahaman hadis dengan pendekatan historis, yaitu upaya memahami hadis dengan mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat hadis disampaikan Nabi saw.
Pendekatan sosiologis, yaitu upaya memahami hadis dengan menyoroti dari sudut posisi manusia yang membawanya kepada perilaku itu.
Pendekatan antropologis, yaitu upaya memahami hadis dengan memperhatikan pola-pola yang terbentuk pada tatanan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat.

E. Kitab-kitab yang menjelaskan tentang Asbabul Wurud Al-Hadits.
Ilmu mengenai asbab wurud al-hadits ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Demikian kesimpulan Al-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbab Wurud al-Hadits. Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al wurud menjadi berkembang. Namun para ulama ahli hadis merasakan perlu disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbab al-wurud.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbab alwurud antara lain adalah:
1. Asbab Wurud al-Hadits karya Abu Hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun kitab tersebut tidak ditemukan sampai sekarang.
2. Asbab Wurud al-Hadits karya Abu Hamid ‘Abd al-Jalil al-Jabari. Kitab tersebut juga belum ditemukan saat ini.
3. Asbab Wurud al-Hadits atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurud al-Hadits, karya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman Al-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Isma‘il Ahmad.
4. Al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadits al-Syarif  karya Ibnu Hamzah al-Husaini al-Dimasyqi (w. 1120 H). Kitab ini merupakan kitab yang paling luas pembahasannya dalam bidang ini.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Asbab al-wurud merupakan cara yang paling baik untuk memahami makna hadits dengan benar. Asbab al-Wurud adalah sesuatu atau sebab-sebab yang membatasi arti suatu hadits, baik itu dalam pengertian ‘am atau khash, mutlak atau terbatas dan seterusnya. Dengan kata lain, “suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadits saat kemunculannya atau konteks sosial dari sebuah teks” sama halnya dengan definisi Hasbi ash-Shiddiqi yang mengatakan bahwa Asbab al-Wurud adalah ilmu untuk mengetahui sebab-sebab munculnya sebuah hadits, waktu dan tempat terjadinya. Menurut al-Suyuti, asbab al-wurud dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu: Pertama, sebab yang berupa ayat Alquran, Kedua, sebab yang berupa Hadis itu sendiri. Ketiga, sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat. Peranan penting Asbab Wurud Al-Hadits yakni antara lain: Mempermudah memahami hadits-hadits, khususnya yang tampak bertentangan satu sama lain. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak. Mentafsil (merinci) hadits yang masih bersifat global. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalam suatu hadits. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum. Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dipahami). Menentukan adanya takhsis hadits yang bersifat umum. Mengetahui hikmah disyariatkan suatu hukum. Kemudian Cara mengetahui asbab al-wurud adalah melalui riwayat dan ijtihad.




DAFTAR PUSTAKA

Adi Fadli, 2014, Asbabul Wurud: Antara Teks dan Konteks, EL-HIKAM: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman, Volume VII, Nomor 2.
‘Itr Nuruddin, 2012, Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhammad Ali, 2015, “Asbab Wurud Al-Hadits” Jurnal Tahdis, Vol. 6, No. 2.
Lenni lestar, 2015, Epistemologi Ilmu Asbab Al-Wurud Hadis, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis , Vol 16 No 2.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajian Tafsir Al Mishbah

Konsep Mahabbah dan Ma'rifat dalam Tasawuf