Kajian Tafsir Al Mishbah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika perkembangan ilmu tafsir dan karya-karya tafsir perlu diperhatikan dan diikuti jejaknya. Meski lahirnya bidang ini jauh sebelum para tabi’in dan ulama kontemporer merumuskan dan mengembangkannya, namun minat untuk mengkaji dan merevolusi tak pernah habis dimakan zaman. Sehingga karya-karya tafsir ulama era at-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari dan lainnya tersebut menginspirasi para mufasir baru sebagai penerus untuk mengembangkan model dalam bentuk karya penafsiran, karena menjadi sebuah tuntutan bahwa al-Qur’an merupakan sumber jawaban atas segala permasalahan di waktu dan tempat mana pun (Shohih likulli zaman wal makan).
Indonesia sebagai salah satu bagian terpenting dalam sejarah perkembangan Islam, tak luput dari sentuhan tafsir. Sehingga lahirlah berbagai karya tafsir dalam kurun waktu yang berbeda dengan corak, metode, dan subtansinya juga berbeda. Seiring dengan latar belakang tokoh atau penciptanya serta diwarnai dengan alasan dibuatnya karya tersebut yang beragam pula maka perlu ditarik sebuah garis panjang yang menghubungkan antara satu karya tafsir dari awal hingga karya tafsir kontemporer.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Prof. M. Quraish Shihab?
2. Apa saja metode yang digunakan pada tafsir Al-Misbah?
3. Bagaimana Karakteristik tafsir Al-Misbah?
4. Apa corak yang terdapat pada tafsir Al-Misbah?
5. Apa contoh penafsiran Prof. M. Quraish Shihab?
6. Bagaimana kelebihan dan kekurangan tafsir Al-Misbah?
C. Tujuan
1. Mengetahui biografi Prof. M. Quraish Shihab
2. Mengetahui metode yang digunakan pada tafsir Al-Misbah
3. Mengetahui Karakteristik tafsir Al-Misbah
4. Mengetahui corak yang terdapat pada tafsir Al-Misbah
5. Mengetahui contoh penafsiran Prof. M. Quraish Shihab
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir Al-Mishbah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Prof. M. Quraish Shihab
Prof. M. Quraish Shihab dilahirkan pada 16 Februari di Kabupaten Si Dendeng Rapang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga terpelajar keturunan Arab. Shihab merupakan nama keluarganya (ayahnya) seperti lazimnya yang digunakan di wilayah Timur (anak benua India termasuk Indonesia). M. Quraish Shihab dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muslim yang taat, pada usia 9 tahun, ia sudah terbiasa mengikuti ayahnya mengajar. Ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986) merupakan sosok yang banyak membentuk kepribadian bahkan keilmuannya kelak. Ia menamatkan pendidikannya di Jam’iyyah Al-Khair Jakarta, yaitu sebuah lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Ayahnya seorang guru besar di bidang tafsir dan pernah menjabat sebagi rektor IAIN Alauddin Ujung Pandang dan juga sebagai pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang.
Sejak usia 6-7 tahun, Quraish Shihab sudah diharuskan untuk mendengar ayahnya mengajar Al-Qur’an. Dalam kondisi itu, kecintaan seorang ayah terhadap ilmu yang merupakan sumber motivasi bagi dirinya terhadap studi Al-Qur’an. Disamping ayahnya, peran seorang ibu juga tidak kalah pentingnya dalam memberikan dorongan kepada anak-anaknya untuk giat belajar terutama masalah agama. Dorongan ibu inilah yang menjadi motivasi ketekunan dalam menutut ilmu agama sampai membentuk kepribadian yang kuat terhadap basis keislaman.
Quraish Shihab memulai pendidikannya di kampung halamannya di Ujung Pandang. Dan melanjutkan pendidikann menengah di Malang tepatnya di Pondok Pesantren Dar Al-Hadis Al-Fiqhiyyah. Kemudian tahun 1958, dia berangkat ke Kairo Mesir untuk meneruskan pendidikannya di Al-Azhar dan diterima di kelas II Tsanawiyah. Selanjutnya tahun 1967 ia meraih gelar Lc.(S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadist Universitas Al-Azhar. Kemudian melanjutkan di fakultas yang sama, sehngga tahun 1969 ia meraih gelar MA untuk spesialis Tafsir Al-Qur’an dengan judul Al-I’jaz Al-Tayi’ li Al-Qur’an Al-Karim.
Pendidikannya di Universitas Al-Azhar dan menulis disertasi yang berjudul Nazm Al-Durar li Al-Baqa’I Tahqiq wa Dirasah sehingga pada tahun 1982 berhasil meraih gelar doktor dalam studi ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan yudisium Summa Cumlaude yang disertai denag perhargaan tingkat 1 (Mumtaz Ma’a Martabat Al-Syaraf Al-Ula). Dengan demikian ia tercatat sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang mendapat gelar tersebut.
B. Metode Tafsir Al-Misbah
Dalam Tafsir Al-Misbah, beliau menggunakan metode tahlili (analitik) yaitu sebuah bentuk karya tafsir yang berusaha untuk mengungkap kandungan Al-Qur’an dari segi aspeknya, dalam bentuk ini disusun berdasarkan ayat di dalam Al-Qur’an, selanjutnya memberikan penjelasan-penjelasan tentang kosa kata, makna global ayat, korelasi, asbabun nuzul dan hal-hal yang dianggap bisa membantu untuk memahami Al-Qur’an.
Pemilihan metode ini didasarkan pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudu’i yang sering digunakan pada karyanya yang berjudul ”Membumikan Al-Qur’an” dan “Wawasan Al-Qur’an”, selain mempunyai keunggulan dalam memperkenalkan Al-Qur’an tentang tema-tema tertentu secara utuh, juga tidak luput dari kekurangan. Akan tetapi Quraish Shihab juga menggunakan metode Maudhu’i yakni metode mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas satu tema tersendiri, menafsirkannya secara global dengan kaidah-kaidah tertentu dan menemukan rahasia yang tersembunyi dalam Al-Qur’an. Selanjutnya dalam menggunakan metode maudhu’i memerlukan beberapa langkah:
Mengupulkan ayat-ayat yang memabahas topik yang sama.
Mengkaji Asbab Al-Nuzul dan kosa kata secara tuntas dan terperinci.
Mencari dali-dalil yang terperinci baik dari Al-Qur’an, Hadits maupun ijtihad.
Hal ini terlihat dari cara membahas setiap surat atau ayat yang beliau selalu mengelompokkan ayat dalam surat sesuai dengan tema pokoknya. Misalnya surat Al-Waqi’ah, ayat-ayat dalam surat ini dikelompokkannya dalam enam kelompok yang jumlah ayat masing-masing tidak sama tergantung pada sub topik yang dikandungnya.
C. Karakteristik Tafsir Al-Misbah
Ada beberapa prinsip yang dipegang oleh Quraish Shihab dalam karya tafsirnya ini, di antaranya bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam Tafsir Al- Misbah, Quraish tidak pernah luput dari pembahasan ‘Ilmu Al-munasabat yang tercermin dalam enam hal, yaitu:
keserasian kata demi kata dalam satu surah
keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawasil)
keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya.
keserasian uraian awal/mukaddimah satu surah dengan penutupnya.
keserasian penutup surah dengan uraian awal/ mukadimah surah sesudahnya.
keserasian tema surah dengan nama surah.
Tafsir Al-Misbah ini tentu saja tidak murni hasil penafsiran (ijtihad) Quraish Shihab saja. Tetapi ia bannyak mengutip dan menukil pendapat-pendapat para ulama, baik klasik maupun kontemporer. Yang paling dominan tentu saja kitab Tafsîr Nazm al-Durar karya ulama abad pertengahan Ibrahim ibn ‘Umar al-Biqa‘i (w. 885/1480). Ini wajar, karena tokoh ini merupakan objek penelitian Quraish ketika menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar. Muhammad Husein Thabathab’i, ulama Syi‘ah modern yang menulis kitab Tafsir Al-Mizan lengkap 30 juz, juga banyak menjadi rujukan Quraish dalam tafsirnya ini. Dua tokoh ini kelihatan sangat banyak mendapat perhatian Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah-nya. Selain al- Biqa‘i dan Thabathaba’i, Quraish juga banyak mengutip pemikiran-pemikiran Muhammad at-Thantawi, Mutawalli as-Sya‘rawi, Sayyid Quthb dan Muhammad Thahir ibn Asyur.
D. Corak Tafsir Al-Misbah
Dari segi corak, Tafsir Al-Misbah lebih cenderung kepada corak sastra budaya dan kemasyarakatan (al-adaby al- ijtima’i), yaitu corak tafsir yang berusaha mamahami nash-nash Al-Qur’an dengan cara pertama dan utama mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an denga secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an tersebut denga bahasa yang lebih indah dan menarik, kemudian seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash Al-Qur’an yang dikaji denag kenyataan sosial dan budaya yang ada.
Corak ini merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada Al-Qur’an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia Al-Qur’an. Adapun karakteristik yang harus dimiiki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan adalah:
Pertama, menjelaskan petunjuk ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu kitab suci yang kekal sepanjang masa.
Kedua, penjelasan-penjelasan lebih tertuju pada penanggulangan penyakit dan masalah-masalah yang sedang dihadapi dalam masyarakat.
Ketiga, disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar.
E. Contoh Penafsiran Prof. M. Quraish Shihab
Ayat tentang menutup aurat (QS. Al- Ahzab : 59)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Ahzab: 59)
M. Quraish Shihab Dalam penafsirannya memaparkan beberapa pendapat mengenai makna dari Jilbab antara lain menurut al-Biqa’I yang mengartikan kata jilbab itu adalah baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya atau semua pakaian yang menutupi wanita.
Memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang menutupi kepala dan wajah wanita. Ibn ‘Asyur memahami kata jilbab sebagai pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup wajah, menurutnya model jilbab bias bermacam-macam sesuai perbedaan keadaan atau selera wanita dan yang diarahkan oleh adat kebiasaan. Menurut M. Quraish Shihab ayat ini tidak memerintahkan wanita muslimah memakai jilbab karena ketika ayat ini diturunkan sebagian dari mereka telah memkainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini. Menurut M. Quraish Shihab kesan ini diperoleh dari redaksi ayat diatas yang jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah hendaknya mereka mengulurkannya. Ini berarti mereka telah memakai jilbab tetapi belum lagi mengulurkannya.
F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Misbah
Adapun kelebihan kitab Tafsir al-Misbah diantaranya sebagai berikut :
Menggunakan bahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami isi Al-Qur’an sebagai pedoman atau petunjuk bagi manusia. Memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia makna-makna al-Qur’an.
Sistematika tafsir al-Misbah sangat mudah dipahami dan tidak hanya oleh mereka yang mengambil studi Islam khususnya, tetapi juga sangat penting dibaca oleh seluruh kalangan, baik akademis, santri, kyai, bahkan sampai kaum muallaf, karena tafsir ini memberi corak yang berbeda dengan tafsir lainnya.
Pengungkapan kembali tafsir ayat-ayat al-qur’an yang telah ditafsirkan sebelumnya dalam menafsirkan suatu ayat, yang dimaksud M. Quraish Shihab adalah untuk mengkorelasikan antara ayat yang sebelumnya dengan ayat yang akan ditafsirkan, sehingga pembaca akan mudah memahami isi kandungan suatu ayat dan kaitannya dengan ayat lain. Dengan demikian akan tercipta pemahaman yang utuh terhadap isi kandungan al-Qur’an.
Dalam menafsirkan setiap ayat-ayat al-Qur’an M. Quraish Shihab mengungkapkan secara panjang lebar dan mengkaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat yaitu dengan kenyataan social dengan sistem budaya yang ada. Misalnya dalam QS 4/ an-Nisa’ ada ayat yang menjelaskan tentang poligami, karena masalah poligami ini sudah marak di masyarakat. Selanjutnya ayat yang menjelaskan tentang akal, agar manusia dapat membina akalnya dengan baik. Akal yang tidak dibina membuat manusia lupa akan dirinya, lupa akan adanya Allah sehingga banyak kerusuhan yang terjadi di dunia ini.
Tafsir ini di dalam surahnya terdapat tujuan utama atau atau tema surah tersebut. Jadi pembaca akan dapat lebih mudah memahami isi dan kandungan al-Qur’an, karena sudah dijelasakan tujuan utama dari setiap surah.
Adapun kelemahan kitab Tafsir al-Misbah diantaranya sebagai berikut :
Penggunaan bahasa Indonesia dalam menafsirkan al-Qur’an menunjukkan bahwa buku tafsir tersebut bersifat lokal yang hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam Indonesia saja. Sedang bagi orang non-Indonesia tetap akan mengalami kesulitan karena bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa Internasional.
Dapat menimbulkan penafsiran tumpang tindih dan pengulangan-pengulangan yang dapat menimbulkan kejenuhan. misalnya kaitannya dengan surah sebelumnya atau ayat-ayat sebelumnya terjadi penafsiran yang sebelumnya sudah dijelaskan secara menyeluruh di ayat yang berikutnya dijelaskan lagi.
Di dalam menafsirkan suatu ayat ia tidak memberikan informasi tentang halaman dan nomer volume buku yang dinukil sehingga menyulitkan pembaca untuk mengetahui penjalasan tersebut secara lengkap dari sumber aslinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Buku tafsir Al-Misbah ini dikarang oleh Prof. M. Quraish Shihab, ia dilahirkan pada 16 Februari di Kabupaten Si Dendeng Rapang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga terpelajar keturunan Arab. Shihab merupakan nama keluarganya (ayahnya) seperti lazimnya yang digunakan di wilayah Timur (anak benua india termasuk Indonesia).
Dalam Tafsir Al-Misbah, beliau menggunakan metode tahlili (analitik) yaitu sebuah bentuk karya tafsir yang berusaha untuk mengungkap kandungan Al-Qur’an, dari segi aspeknya, dalam bentuk ini disusun berdasarkan ayat di dalam Al-Qur’an, selanjutnya memberikan penjelasan-penjelasan tentang kosa kata, makna global ayat, korelasi, asbabun nuzul dan hal-hal yang dianggap bisa membantu untuk memahami Al-Qur’an. Akan tetapi Quraish Shihab juga menggunakan metode Maudhu’i yakni metode mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas satu tema tersendiri, menafsirkannya secara global dengan kaidah-kaidah tertentu dan menemukan rahasia yang tersembunyi dalam Al-Qur’an.
Tafsir Al-Misbah ini tentu saja tidak murni hasil penafsiran (ijtihad) Quraish Shihab saja. Tetapi ia bannyak mengutip dan menukil pendapat-pendapat para ulama, baik klasik maupun kontemporer. Yang paling dominan tentu saja kitab Tafsir Nazm al-Durar karya ulama abad pertengahan Ibrahim ibn ‘Umar al-Biqa‘i (w. 885/1480).
Dari segi corak, Tafsir Al-Misbah lebih cenderung kepada corak sastra budaya dan kemasyarakatan (al-adaby al- ijtima’i)
DAFTAR PUSTAKA
Anisatul Ainiah, 2008. Konsep akal dalam Tafsir Al-Misbah dan Implikasinya dalam Pendidikan, Skripsi
Atik Wartini, 2014. Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No.1
Muhammad Iqbal, 2010. Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab, Jurnal Tsaqafah, Vol. 6, No. 2
Komentar
Posting Komentar