Aliran Khawarij dan Murji'ah
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan pemikiran dalam Islam tidak terlepas dari perkembangan sosial dalam kalangan islam itu sendiri pembahasan pokok dalam agama Islam adalah akidah namun dalam kenyataannya masalah yang muncul dalam kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persoalan dibidang politik. Persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai aliran teologi dan berbagai pendapat yang berbeda-beda.
Dalam sejarah agama Islam telah tercatatat adanya golongan dilingkungan umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk didamaikan. Diantaranya golongan Khawarij dan Murjiah’. Untuk itu dalam makalah ini penulis hendak membahas tentang golongan Khawarij dan Murjiah’.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Sejarah perkembangan aliran Khawarij dan Murji’ah?
b. Siapa Tokoh aliran Khawarij dan Murji’ah?
c. Apa ajaran pokok dan perbandingan aliran Khawarij dan Murji’ah?
d. Bagaimana dalil Al Qur’an yang menjadi landasan masing-masing aliran?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan aliran Khawarij dan Murji’ah.
b. Untuk mengetahui Tokoh aliran Khawarij dan Murji’ah.
c. Untuk mengetahui ajaran pokok dan perbandingan aliran Khawarij dan Murji’ah.
d. Untuk mengetahui dalil Al Qur’an yang menjadi landasan masing-masing aliran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah perkembangan aliran Khawarij dan Murji’ah
1. Sejarah perkembangan aliran Khawarij
Kata Khawarij secara etimologi berasal dari bahasa Arab Kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminologi Ilmu Kalam adalah suatu sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan Ali yang menerima arbitrase atau tahkim dalam perang Siffin pada tahun 37 H atau 648 Masehi dengan kelompok bughat (pemberontakan) Muawiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan khilafah.
Pemberontakan muncul diawali dengan terbunuhnya Usman dan pemecatan Mu’awiyah dari jabatan Gubenur Syiria. Sebelum peperangan meletus, Ali sudah mengirimkan Jabir bin Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Mu’awiyah, tetapi perundingan tidak berhasil karena terlalu berat untuk dipenuhi oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu yang pertama ekstrsdisi dan penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Amir al Mu’minin Usman bin Affan, yang kedua pengunduran diri Ali dari jabatan Imam (khalifah) dan dibentuk sebuah syura untuk memilih khalifah baru.
Dapat diungkap bahwa kelahiran aliran Khawarij adalah ide Amru bin Ash dari pihak Mu’awiyah untuk memecah belah pasukan Ali dengan mengangkat lembaran mushhaf Al-Qur’an dengan ujung tombak sebagai isyarat mohon perdamaian dengan bertahkim kepada Kitab suci Al-Qur’an. Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damainya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya. Mereka beranggapan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat Mu’awiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan kaum Khawarij sehingga mereka membelot dan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum lain selain hukum yang ada disisi Allah”. Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan keliru”. Pada saat itu juga orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Dengan arahan Abdullah al-Kiwa mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Mu’awiyah dan juga Ali. Mereka mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
Penyebab munculnya aliran Khawarij yaitu :
Fanatisme kesukuan. Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada zaman Rasulullah dan Abu Bakar serta Umar, kemudian muncul kembali pada zaman pemerintahan Utsman dan yang setelahnya. Dan pada masa Utsman fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk berkembang karena terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting dalam kekhilafahan sehingga Utsman di tuduh mengadakan gerakan nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya,dan inilah yang dijadikan hujjah oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.
Faktor penyebab yang kedua karena faktor ekonomi. Semangat ini dapat dilihat dari kisah Dzul Khuwaishiroh bersama Rasulullah dan kudeta berdarahnya mereka terhadap Utsman, ketika mereka merampas dan merampok harta baitul-mal langsung setelah membunuh Utsman, demikian juga dendam mereka terhadap Ali dalam perang jamal, ketika Ali melarang mereka mengambil wanita dan anak-anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagimana perkataan mereka terhadap Ali. Awal yang membuat kami dendam padamu adalah ketika kami berperang bersamamu di hari peperangan jamal, dan pasukan jamal kalah, engkau membolehkan kami mengambil apa yang kami temukan dari harta benda dan engkau mencegah kami dari mengambil wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka.
Faktor yang ketiga yaitu Semangat keagamaan ini juga merupakan satu penggerak mereka untuk keluar memberontak dari penguasa yang absah. Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah, sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan itu. Akan tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra’, seperti Al- Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan terpaksa Ali memerintahkan.
2. Sejarah perkembangan aliran Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kapada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat dari Allah SWT. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan dibelakang atau mengemudiakan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing di hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang menyatakan timbulnya golongan Murji’ah yang pertama teori bahwa gagasan Irja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat yang bertujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam dan menghindari sektarianisme. Teori kedua gagasan Irja’a pertama kali muncul sebagai gerakan politik yang diperlihatkan Al Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah cucu Ali bin Abi Thalib.
Teori lain menyebutkan ketika perseteruan Ali dan Muawiyah, dilakukan Tahkim atas usulan Amr bin Ash. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari kelompok Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang memandang bahwa keputusan tahkim bertentangan dengan Al Qur’an. Oleh karena itu pelakunya mendapatkan dosa besar dan dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut kaum Murji’ah, yang menyatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin bukan kafir.
Benih ide-ide munculnya Murji’ah sebagaimana halnya dengan Khawarij pada mulanya berkaitan soal politik atau lebih tepatnya berkaitan dengan masalah khilafah yang menimbulkan pertikaian dikalangan umat muslim. Khususnya yang terjadi saat itu di Madinah setelah munculnya peristiwa pemberontakan yang datang dari Mesir sehingga menyebabkan terbunuhnya Khalifah Usman Ibn Affan. Seandainya tidak muncul persoalan khilafah tersebut maka kemunculan Khawarij dan Syi’ah dikemudian hari tidak akan ada. Demikian pula kalau tidak muncul persoalan khilafah maka tidak akan ada faham dan aliran Murji’ah terbunuhnya Khalifah Usman Ibnu Affan menimbulkan berbagai dampak sosial, politik dan teologi yang hebat dikalangan umat Islam. Terlebih setelah diketahui bahwa yang telah membunuh Usman adalah Muhammad ibn Abi akar yang pernah menjadi anak angkat dan dikemudian hari menjadi Gubernur Mesir. Peristiwa ini mengundang terjadinya berbagai masalah dan pertikaian baik yang berkaitan dengan terjadinya perpecahan antar ummat Islam waktu itu memancing timbulnya benih-benih perebutan kekuasaan, munculnya perang saudara dan bahkan lebih jauh lagi membuat spektrum Islam mengalami kemunduran.
Pada mulanya kaum Khawarij adalah penyokong Ali tetapi kemudian memusuhi. Adanya perlawanan ini penyokong setia Ali bertambah kuat membelanya dan menjadi golongan lain dalam Islam yang kemudian menjadi golongan Syi’ah. Dalam suasana pertentangan timbul suatu golongan baru yang bersifat netral dan tidak campur dalam praktek kafir-mengkafirkan yang terjadi digolongan itu. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercaya dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya yang salah dan memandang lebih baik menunda (arja’a) penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Allah SWT.
Dengan demikian, kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya seseorang kepada Allah SWT.
Sikap mereka yang netral ini, baik dalam politik maupun segi penentuan hukum terhadap orang yang melakukan dosa besar, membawa mereka ke dalam salah satu golongan tersendiri. Lebih jauh lagi yang melatar belakangi tumbuhnya kaum Murji’ah yaitu :
Sikap kaum Khawarij yang mengafirkan Ali, Utsman dan yang mengatakan tahkim (arbitrase).
Sikap kaum Syiah yang mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan orang-orang yang membela mereka.
Sikap Khawarij dan Syiah yang mengkafirkan terhadap Bani Umayyah yang telah membunuh kedua kelompok tersebut karena dianggap sesat. Latar belakang ini juga disebutkan oleh al-Syahrastani.
a. Tokoh Aliran Khawarij
Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kaum Khawarij menyebabkan mereka rentan dengan perpecahan, baik itu secara internal kaum Khawarij maupun secara eksternal dengan kelompok lainnya. Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum Khawarij. Al-Baghdadi mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Al-Baghdadi, mengatkan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan Khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan diatas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar hanya ada 8, yaitu:
1. Al-Azraqiah
Merupakan pengikut dari Nafi’ bin Al-Azraq, madzhab ini memiliki beberapa prinsip seperti : mereka mengkafirkan selain dari kelompok mereka, haram mengkonsumsi sembelihan dari selain kelompok mereka, dan juga haram menikahi yang bukan dari kelompok mereka, dan tidak boleh mendapat warisan selain dari kelompok mereka, dan bermu’amalah dengan selain kelompok mereka sama dengan bermu’amalah antara orang kafir dengan orang musyrik.
2. Al-Njadad
Merupakan pengikut Najdah bin Amir, diantara prinsip mereka adalah : tidak ada keperluan manusia kepada iman selama-lamanya, namun sekiranya umat memerlukan pimpinan maka perlu diangkat, jika tidak diperlukan maka tidak perlu diangkat.
3. Al-Safariyyah
Merupakan pengikut Ziyad bin Al-Asfar, diantara prinsip mereka adalah pelaku dosa besar adalah musyrik, namun ada diantara mereka mengatakan bahwa setiap pelaku dosa sudah disediakan had-nya dalam syari’ah, pelakunya tidak dikatakan musyrik, tetapi dinamakan sesuai dengan dosa yang mereka lakukan.
4. Al-Ibadhiah
Merupakan pengikut Abdullah bin Ibad, yang memisahkan diri dari golongan Al-Azraqiyah. Kelompok ini adalah yang paling sederhana/moderat ajarannya, diantaranya:
Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mu’min atau musyrik, melainkan kafir.
Pemerintah merupakan daerah yang mengEsakan Tuhan dan tidak boleh diperangi. Yang merupakan daerah kafir harus diperangi.
Orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwahid yang mengesakan Tuhan, tetapi bukanlah mu’min dann bukan kafir agama.
Yang boleh dirampas dalam perang hanyakuda dan senjata, emas dan perak dikembalikan pada yang punya.
5. Al-‘Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari ‘Abd Al-Karin Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiag Al-Hanafi.
Kaum ini bersifat lunak karena menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai ajaran Nafi’ Ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanyalah kebajikan. Maka kaum ini boleh tinggal diluar daerah kekuasan mereka dan harta yang boleh dijadikan rampasan hanya harta orang yang mati terbunuh.
Kaum ini memiliki paham purutanisme. Surat Yusuf dalam Al-Quran mengandung kisah cinta, bagi mereka itu tidak mungkin. Maka dari itu mereka tidak mengakui surat ini bagian dari Al-Qur’an.
6. Al-Baihasih
Kelompok yang mengikuti pendapat Abu Baihas Al-Haisham ibn Jabir, salah seorang dari Bani Saad Dhubai’ah dimasa pemerintahan khalifah Al-Walid. Sebagiain besar kelompok Baihasiah mengatakan : ilmu pengetahuan dan perbuatan dalam iman. Sebagian lagi mengatakan tidak ada yang haram melainkan apa yang diharamkan Allah.
Diantara yang menjadi cabang Al-Baihasiah adalah kelompok Al-Auniyah yang terbagi dari dua kelompok kecil. Pertama, yang mengatakan siapa yang keluar dari dar al-hijrah karrena tidak ingin berperang menganggapnya bukan muslim. Kedua, yang mengatakan bahkan mereka masih dianggap muslim karena mereka kembali pada sesuatu yang halal bagi mereka.
7. Al-Tsa’alibah
Pendiri kelompok ini adalah Tsa’labah ibn ‘Amir yang dahulunya sependapat dengan Abd Al-Karim dalam beberapa hal diantaranya tentang posisi anak. Tsa’alabah berkata “menurut kami anak tidak bertanggung jawab semenjak kecil sampai usia menjelang dewasa, namun kami menyadari anak-anak condong berbuat kebatilan dari kebaikan.” Dalam masalah ini Tsa’labah tidak sependapat dengan Al-Ajridah. Tsa’labah berkata “tidak ada yang mengikat antara orang tua dengan anaknya,baik itu anak yang patuh terhadap ajaran agama atau tidak, sampai anak itu mencapai usia dewasa, telah sampai dakwah agama kepadanya. Kalau anak itu menerimadan melaksanakan ajaran agama maka ia dinyatakan muslim dan kalau ia menolaknya dinyatakan kafir.”
8. Al-Muhakkimah
Adalah merka yang keluar dari barisan Ali keika berlangsung peristiwa tahkim dan kemudian berkumpul disuatu tempat bernama Harura, bagian dari negeri Kufah. Pimpinan mereka diantaranya Abdullah bin Al-Kawa, Utab bin Al-Anwar, Abdullah bin Wahab Al-Rasiby. Golongan ini adalah golongan pertama yangg terdiri dari pengiikut Ali, merekalah yang berpendapat bahwa Ali Mu’awiyyah, kedua pengantar Amr ibnu Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ark serta semua orang yang menyetujui tahkim sebagi orang yang bersalah dan menajdi kafir. Demikian orang yang berbuat zina, orang yang membunuh tanpa sebabyang sah menurut mereka dosa besar, kafir, dan keluar dari Islam.
b. Tokoh Aliran Murji’ah
Kemunculan sekte–sekte dalam kelompok Murji’ah dipicu oleh perbedaan pendapat dikalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak diklaim oleh pengamat lain. Tokoh tersebut ialah Washil bin Atho’ dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahulusunnah. Oleh karena itu, Syahrastani menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:
1. Murji’ah Al-Khawarij
2. Murji’ah Al-Qodariyah
3. Murji’ah Al-Jabariyah
4. Murji’ah Murni
5. Murji’ah Sunni
Sementara Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu:
1. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan.
2. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Hasan Ash-Shalihi.
3. Al-Yunusiyah, pengikut Yunus As-Samary.
4. As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
5. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban.
6. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghaiban bin Marwan Ad-Dimasyqi.
7. An-Najariyah, pengikut Husain bin Muhammad An-Najr.
8. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah bin Nu’man.
9. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
10. Al-Muaziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi.
11. Al-Musriyah, pengikut Basr Al-Murisy.
12. Al-Karamaniyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistani.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mu’min, tidak kafir tidak pula kekal didalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya dan diampuni oleh Allah SWT, praktis tidak masuk neraka. Mereka antara lain Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits.
Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah:
1. Al-Jahmiyah, Kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan tidak menjadi kafir, karena iman dan kufur letaknya di dalam hati.
2. Ash-Shalihiyah, Kelompok Abu Hasan Ash-Shalihy, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak tahun Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah SWT, karena yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya, dalam arti mengetahui Tuhan.
Yunusiyah dan Ubaidiyah, Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang.
3. Hasaniyah, Menyebutkan bahwa jika seorang mengakatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini.” Orang tersebut tetap mu’min, bukan kafir.
C. Ajaran pokok dan perbandingan aliran Khawarij dan Murji’ah
1. Ajaran Pokok aliran Khawarij
Khawarij timbul karena persoalan politik yang berdampak pada teologis. Ajaran pokok Khawarij didasarkan pada Al-Qur’an dan as-Sunnah yang dipahami menurut lafaznya yang dilaksanakan sepenuhnya, tanpa mempertimbangkan situasi yang berkembang di sekitarnya.
Paham Khawarij yang menonjol dalam bidang teologi berkisar pada soal kufur dan dosa besar. Orang yang beriman melakukan dosa besar menjadi kafir, dalam arti keluar dari Islam yaitu murtad dan wajib dibunuh. Landasan hukumnya didasarkan pada Q.s al-Maidah ayat 44. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an, dari situ mereka mengambil semboyan yang menjadi prinsip mereka, yaitu La hukma illa lillah atau La hakama illa Allah. Apabila dilihat dari sisi keteguhan memegang prinsip, Khawarij termasuk kelompok yang berpegang teguh kepada prinsip yang diyakininya, akan tetapi kelemahannya sangat kaku dalam penerapan ajarannya.
Kaum khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi yang hidup di padang pasir yang serba tandus, membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati dan pemberani. Dalam lapangan ketatanegaraan Khawarij mempunyai ajaran yang berlawanan dengan paham yang ada waktu itu, dalam menentukan Khalifah ajarannya Demokrasi, Khalifah harus dipilih umat Islam dan tidak harus bangsa Quraisy saja, yang penting mampu, adil, dan menjalankan syariat Islam.
A. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
a. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat.
d. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dalam menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
e. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa ke khalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
Membunuh manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
f. Dosa kecil akan menjadi dosa besar kalau dikerjakan terus menerus.
g. Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, orang yang telah berbuat zina telah menjadi kafir.
h. Adanya pimpinan itu perlu, hanya jika maslahat menghendaki yang demikian.
i. Tidak boleh taqiyyah (menyembunyikan pendirian)
2. Ajaran pokok aliran Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah menyangkut masalah kedudukan orang yang melakukan dosa besar, dalam hal ini kaum Murji’ah menegaskan bahwa orang itu masih mukmin bukan kafir, sedangkan kaum Khawarij mengatakan sebaliknya. Aliran ini mempunyai argumentasi untuk menguatkan pendapatnya:
Iman itu tidak akan rusak karena perbuatan maksiat sebagaimana kekufuran itu juga tidak akan ada pengaruhnya terhadap ketaatan.
Pelaku dosa besar masih mengakui atau tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari keimanan.
Keyakinan kaum murji’ah tentang definisi iman adalah mengakui adanya Allah dan Rasulnya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, lain halnya dengan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa iman itu adalah mengakui adanya Allah dan Rasulnya, menjalankan kewajiban dan menjauhi dosa besar. Iman dan kaitannya dengan dosa besar memberikan penjelasan bahwa sebagian dari golongan murjiah mengatakan bahwa iman adalah keyakinan dalam hati dan amal perbuatan yang nyata bukan bagian dari iman. sehingga kedudukan amal menempati nomor dua setelah iman, maka walaupun tidak mengerjakan kewajiban dan bahkan melanggar larangan besar orang tetap mukmin selagi mengucapkan syahadatain.
A. Doktrin-doktrin Pokok Murji'ah
Menurut W. Montogomery Watt sebagai berikut :
Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu'awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyid.
Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan Rahmat dari Allah SWT.
Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (Mazhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis
3. Perbandingan aliran Khawarij dan Murji’ah
Dalam aliran Khawarij dan Murji’ah dapat dibandingkan yang pertama berdasarkan iman dan kufur, serta berdasarkan pelaku dosa besar. Iman dalam pandangan Khawarij tidak semata-mata percaya kepada Allah. Akan tetapi, mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan keimanan. Dengan demikian, siapa pun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT dan nabi Muhammad SAW, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama bahkan melakukan perbuatan dosa , oleh Khawarij dipandang telah kafir.
Aliran Murji’ah berpandangan bahwa segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti bahwa itu telah menggeser atau merusak keimannanya, bahwa keimanannya masih sempurna dimata Tuhan. Sementara Murji’ah moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak menjadi kafir, meskipun ia akan disiksa di neraka, tetapi tidak akan kekal dan bergantung dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksa neraka.
Berdasarkan pelaku dosa besar aliran Khawarij mengungkapkan semua pelaku dosa besar (mur-takib al kabirah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan disiksa dineraka selamanya. Aliran Murji’ah secara garis besar, subsekte Khawarij dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu ekstrem dan moderat. Subsekte Murji’ah yang ekstrem adalah mereka yang berpandangan bahwa iman terletak di dalam kalbu, sedangkan Murji’ah Moderat mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir.
4. Dalil Al Qur’an yang menjadi landasan aliran Khawarij dan Murji’ah
Dalil Al-Qur’an Yang Menjadi Landasan Aliran Khawarij
Berikut ini diantara penafsiran yang dilakukan Khawarij terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bertujuan untuk menyokong dan menguatkan eksistensi sekte mereka, adapun contoh tersebut sebagai berikut:
Ayat yang melegitimasi dalam memvonis Kafir terhadap setiap pelaku dosa besar, yaitu dalam surat Ali Imran ayat 97.
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ﴿٩٧﴾
Artinya:
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (Q.S Ali Imran: 97)
Ayat ini mereka simpulkan bahwa orang yang meninggalkan kewajiban haji masuk kepada kategori Kafir.
Firman Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 106
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكْفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ ﴿١٠٦﴾
Artinya:
"Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Ada pun orang-orang yang berwajah hitam muram (kepada mereka dikatakan), Mengapa kamu kafir setelah beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu." (Q.S. Ali Imran: 106)
Khawarij mengatakan : ”Orang fasiq tidak termasuk kepada yang putih wajahnya, dan sudah pasti termasuk yang hitam wajahnya dan wajib dihukum kafir”.
Firman Allah Swt dalam surat al- Sajadah ayat 20
وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَن يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنتُم بِهِ تُكَذِّبُونَ ﴿٢٠﴾
Artinya:
"Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah Neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, Rasakanlah azab Neraka yang dahulu kamu dustakan."(Q.S. Al- Sajadah: 20)
Berdasarkan ayat ini Khawarij menjadikan seseorang itu termasuk golongan pendusta. Demikian beberapa ayat-ayat al-Qur’an dijadikan Khawarij untuk mengklaim para pelaku dosa besar sebagai “Kafir”.
Firman Allah Swt dalam surat al- Taghabun ayat 2
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٢﴾
Artinya:
"Dialah yang menciptakan kamu, lalu di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu (juga) ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."(Q.S. Al- Taghabun: 2)
Dapat disimpulkan bahwa menurut mereka tidak ada kategori fasiq. Menurut Khawarij manusia terbagi menjadi dua kategori saja yaitu Mukmin dan Kafir. Mereka mengatakan bahwa orang yang tidak beriman, otomatis menjadi Kafir, sementara Fasiq tidak berada dalam kategori mukmin, maka tetap menjadi golongan kafir.
Dalil Al-Qur’an Yang Menjadi Landasan Aliran Murji’ah
Para pengikut Murji’ah berusaha mencari dalil-dalil yang dapat membantu dalam membenarkan pemikiran mereka dengan menggunakan nash-nash yang syubhat dan telah keluar dari tujuan nash sebenarnya, mereka menggunakan Al-Qur’an dan berdalih bahwa dari sekian banyak dalil-dalil yang digunakan, semuanya berkaitan serta membenarkan pemikiran-pemikiran mereka, yang hakikatnya penuh dengan kesesatan. Adapun contoh sebagai berikut:
Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa’ ayat 48
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
Artinya:
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”(Q.S. An-Nisa’: 48)
Firman Allah Swt dalam surat Az-Zumar ayat 53
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
Artinya:
”Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Q.S. Az-Zumar: 53)
Berdasarkan yang dikemukakan oleh Al Jahmiyah didalam berbagai nash yang menjadikan keimanan atau kekafiran bertempat pada hati sebagaimana:
Firman Allah Swt dalam surat Al-Mujadilah ayat 22
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٢٢﴾
Artinya:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Q.S. Al-Mujadilah: 22)
Firman Allah Swt dalam surat An- Nahl ayat 106
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾
Artinya:
“Barang siapa yang kafir kepada Allah Swt sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah Swt), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah Swt menimpanya dan baginya azab yang besar”. (Q.S. An- Nahl ayat 106)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran Khawarij merupakan suatu sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan Ali yang menerima arbitrase atau tahkim dalam perang Siffin pada tahun 37 H atau 648 Masehi dengan kelompok bughat (pemberontakan) Muawiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan khilafah. Sedangkan aliran Murji’ah kelompok terdapat dalam Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khawarij dan ajarannya bertolak belakang dengan Khawarij. kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya seseorang kepada Allah SWT.
Tokoh aliran Khawarij antara lain: Al-Azraqiah, Al-Njadad, Al-Safanyyah, Al-Ibadhiah, Al-Ajaridah, Al-Baihasih, Al-Tsa’alibah dan Al-Muhakimah. Sedangkan tokoh aliran Murji’ah menurut Syahrastani antara lain: Murjiah-al Khawarij, Murji’ah al-Qodariyah, Murji’ah al-Jabariyah, Murji’ah Murni dan Murji’ah Sunni.
Ajaran pokok Khawarij yakni khalifah tidak berasal dari keturunan Arab, tidak boleh taqiyah, khalifah atau imam, harus dipilih secara bebas. Sedangkan ajaran pokok Murji’ah yakni penangguhan keputusn terhadap Ali dan Muawiyah, penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat, pemberian harapan terhadap orang muslim.
Perbandingan antara aliran Khawarij dan Murji’ah pertama berdasarkan iman dan kufur yang kedua berdasarkan pelaku dosa besar. Dalil yang menjadi landasan aliran Khawarij antara lain Q.S Ali-Imran:106, Q.S Sajadah:20, Q.S Al-Taghabun:2, sedangkan dalil yang menjadi landasan aliran murji’ah antara lain Q.S An-Nisa:48, Q.S Az-Zumar:53, Q.S An-Nahl:106.
DAFTAR PUSTAKA
Ris’an Rusli. 2016. Teologi Islam. Jakarta : Kencana.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Rubini. 2018. Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam : Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam.
Sariah. 2018. Murji’ah Dalam Perspektif Theologis : Jurnal Islam.
Susanti, Eri. 2018. Aliran-aliran dalam pemikiran Islam, Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal hasil pembelajaran ilmu-ilmu keislaman.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Ilmu Kalam, Bumiayu: Teras.
Iya Pak terimakasih 🙏🙏
BalasHapus