Pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah islam dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari materi dengan ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pada pendidikan dasar diadakan di Kuttab, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib. Kemudian pada pendidikan menengah diberikan penjelasan yang lebih mendalam dan tentang materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa. Dengan mempelajari sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil contoh pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama setelahnya. Berdasarkan uraian diatas, saya akan membahasnya dalam makalah yang berjudul Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah 

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan Pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah?
2. Apa faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah?
3. Apa sistem, metode, materi, dan lembaga Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah?
4. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan Pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah
2. Menjelaskan faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah
3. Menjelaskan sistem, metode, materi, dan lembaga Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah
4. Menjelaskan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya, Politik, dan Pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah
1. Kondisi Sosial 
Masa pemerintahan daulah Abbasiyah terkenal dengan masa keemasan dan kejayaan Islam. Para Khalifah dari daulah ini merupakan tokoh yang kuat dan sangat mencintai ilmu pengetahuan juga sebagai titk kekuasaan politik dan agama. Selain itu, kesejahteraan masyarakat pada saat ini mencapai pada tingkat tertinggi. Pada masa ini pula kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan banyak dilakukan oleh umat Islam sehingga berhasil menyiapkan landasan untuk perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
2. Ekonomi
Kerajaan Abbasiyah menciptakan zona pertukaran perdagangan dan komunikasi membentang dari India ke Iberia. Persamaan di seluruh zona ini berfungsi sebagai stimulus ekonomi yang kuat baik untuk daerah pedesaan maupun kota-kota di negara-negara awal dengan populasi mayoritas Islam.
Perekonomian daulah Abbasiyah mulai meningkat pada masa al-Mahdi, hal ini ditandai dengan peningkatan disektor pertanian melalui irigasi, peningkatan hasil pertambangan seperti emas, perak, tembaga dan besi. Dan mencapai puncaknya pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan putranya al-Mamun. Kekayaan yang didapat saat itu banyak digunakan oleh Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan mendirikan farmasi.
3. Budaya
Pada masa daulah Abbasiyah corak kebudayaan mengalami perkembangan yang berasal dari berbagai bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi juga dalam unsur kebudayaan. Pada masa ini, ada empat unsur kebudyaan yang berkembang dan mempengaruhi kehidupan akal, yaitu : Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindia, dan Kebudayaan Arab.
4. Politik
Pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah di Baghdad, pemerintahan pada waktu itu langsung menempatkan gubernurnya di Mekkah, sehingga penduduk Hijaz pada saat itu tidak mendapatkan keemerdekaan sama sekali dalam bidang politik.
Pada masa daulah Abbasiyah ini pula sistem politik yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan keadaan pada saat itu. Sistem yang dijalankan daulah Abbasiyah I antara lain :
Kekuasaan Khalifah tetap dipegang oleh keturunan Arab murni dan dibantu oleh Wazir, Gubernur, para Panglima serta pegawainya dari keturunan Persia dari golongan Mawali.
Kota Baghdad sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kegiatan lainnya.
Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
Kebebasan berfikir menjadi hak bagi setiap orang dan diakui sepenuhnya.
Para menteri dari keturunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugas pemerintahan.
Sedangkan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh daulah Abbasiyah II, III, IV antara lain :
Kekuasaan politik pusat mengalami penurunan. Hal ini karena kekuasaan Khalifah mulai melemah bahkan terkadang hanya sebagai lambang saja, dan kekuasaan lebih besar pegang oleh wazir. Penyebab lainnya yaitu negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintah kecuali pengakuan politik saja, juga para panglima membentuk kekuasaan dan pemerintahan sendiri.
Kota Baghdad bukan hanya satu-satunya kota internasional dan kota terbesar karena setiap kerajaan berlomba-lomba mendirikan kota untuk menandingi kota Baghdad.
Ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat. Dikarenakan setiap kerajaan, amir ataupun khalifah berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mendirikan perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan dan memberi kedudukan terhormat kepada para ulama.
5. Pendidikan
Pada kenyataannya proses pendidikan Islam sudah berlangsung semenjak zaman Rasulullah SAW, proses pendidikan tersebut berpedoman dari Al-Quran dan Sunnah. Pendidikan Islam terbagi atas beberapa periode, dan pada masa daulah Abbasiyah pendidikan Islam mencapai puncak kejayaannya. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan para ilmuwan Islam dalam mengembangkan ilmu dengan karya yang telah dibuatnya. Penyebab keberhasilan tersebut ialah adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam peradaban. Mereka berpendapat bahwa tanpa adanya dukungan dari ilmu pengetahuan maka kekuasaan tidak akan kokoh. Selain itu, peradaban Islam saat itu memiliki sifat yang komprehensif, baik dalam segi peradaban ataupun keelokan. Dalam peradaban tersebut ilmu pengetahuan, sastra dan kesenian bertemu. Juga memiliki sifat moderat dan keseimbangan, sehingga bertemulah ilmu dan iman, inovasi materi dan keluruhan rohani serta agama dan dunia.

B. Faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan Islam pada masa Daulah Abbasiyah meliputi faktor Intern dan faktor Ekstern.
1. Faktor Intern
Faktor Intern merupakan faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam itu sendiri yang mendorong manusia untuk menuntut ilmu dan mengembangkannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al Mujadalah: 9.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلَا تَتَنَاجَوْا بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: berlapang-lapanglah dalam suatu majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Mujadalah: 9).
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar ajaran islam, yakni:

a. Akulturasi kebudayaan
Adanya intervensi peradaban Yunani terutama bidang ilmu pengetahuan dan filsafat ke dalam Islam merupakan cikal bakal yang sangat baik didalam berkembangnya pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena kondisi Daulah Abbasiyah yang terbuka terhadap kebudayaan asing serta cinta terhadap ilmu pengetahuan, sehingga kondisi ini memotivasi orang Persia pindah ke Baghdad yang pada awalnya mereka adalah ahli hukum, kedokteran dan negarawan.

b. Munculnya usaha penerjemahan Ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab
Hal ini muncul karena adanya kemauan yang kuat dari pihak penguasa untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan filsafat dari Irak, Syam, Persia ke dalam Bahasa Arab. Hal ini mendapat respon yang baik dari masyarakat terutama orang-orang yang ahli menterjemah. Selain itu dalam usaha penterjemahan ini ada juga dari inisiatif pribadi para ahli itu sendiri.

c. Maula (Mawali)
Maula (mawali) adalah orang-orang yang baru masuk Islam bukan dari keturunan Arab atau bekas budak. Mereka ikut membentuk Abbasiyah dalam merebut kekuasaan dari Daulah Bani Umayyah. Jadi mereka ikut membangun eksistensi Daulah Bani Abbasiyah tersebut, sehingga ada diantara mereka itu sebagai politisi dan ilmuan demi kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka mencurahkan perhatian, kemampuan dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.

d. Adanya perhatian pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
Pemerintah mempunyai perhatian yang besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Salah satu bukti dalam sejarah Islam adalah bahwa peradaban yang tumbuh subur jika ia berada di bawah pemerintahan yang stabil dengan kebijakan bidang ilmu pengetahuan yang mendukung. Kebijakan mengenai perkembangan sains dan teknologi berada di belakang gerakan Arabisasi dan penerjemahan, pendirian Akademi-akademi, observatorium, dan perpustakaan, pemberian santunan bagi para ilmuan dan untuk pelaksanaan riset sains dan teknologi.

e. Tersedianya fasilitas-fasilitas yang mendukung
Kemajuan peradaban yang dicapai pada masa Bani Abbasiyah tidak terlepas dari fasilitas-fasilitas yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan, seperti perpustakaan, lembaga penelitian, buku-buku dan lain-lain.

f. Stabil dan majunya ekonomi
Pada masa kegemilangan Islam, tumbuh subur jalur jalur perdagangan dunia yang dikuasai oleh kaum muslimin, jalur sutra darat yang melintasi Cina, memasuki Asia Tengah, kemudian samapi ke Laut Tengah, sebagian besarnya di kuasai oleh kaum muslimin, begitu juga jalur Sutra Laut yang melintasi laut Cina Selatan, lewat selat Malaka, Samudera Hindia, kemudian masuk ke teluk Aden atau ke teluk Parsi yang juga di bawah kekuasaan kaum muslimin. Hasil keuntungan perdagangan merupakan kekayaan yang berdampak bagi kemajuan ilmu pengetahuan, dapat membangun lembaga-lembaga pendidikan, pusat pusat studi ilmiah, mendirikan perpustakaan, dan mengisinya dengan buku-buku, menggaji guru serta memberikan beasiswa kepada pelajar yang tidak mampu.

g. Minat masyarakat yang tinggi dalam menuntut ilmu
Masyarakat yang ada pada saat kejayaan pendidikan Islam, merupakat masyarakat yang cinta ilmu pengetahuan dan semangat berlomba-lomba dalam menuntut ilmu.

C. Sistem, Metode, Materi, dan Lembaga Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah

1. Sistem Pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah
Menurut George Makdisi, sistem pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria materi yang diajarkan pada tempat penyelenggaraannya terbagi menjadi dua tipe, yaitu; institusi pendidikan inklusif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan institusi pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum. Sistem pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria hubungan institusi pendidikan dengan negara yang berbentuk teokrasi, ada dua macam, yaitu; institusi pendidikan Islam formal dan institusi pendidikan Islam informal.

2. Metode Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
Pada masa Abbasiyah, guru harus mengajar muridnya dengan berganti-ganti. Mereka belajar dengan duduk bersila mengelilingi gurunya atau yang disebut berhalaqah. Cara halaqah ini merupakan metode mengajar yang dipakai di lembaga pendidikan tingkat tinggi. Metode pendidikan/ pengajaran menurut Hanun Asrohah, dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Metode lisan berupa dikte (imla) yaitu metode menyampaikan pengetahuan dimana pelajar mempunyai catatan sendiri. Metode ini dianggap penting karena pada masa itu, bukubuku cetak sangat sulit dimiliki, metode ceramah (al-sama) yaitu metode guru menjelaskan sedangkan siswa mendengarkannya dan metode qiroah yang biasanya digunakan untuk belajar membaca.

b. Metode menghafal, yaitu peserta didik berulang-ulang membaca sehingga ia dapat mengugkapkannya kembali dan mengkontekstualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam diskusi ia dapat merespons, mematahkan lawan, atau berargumen dengan pendapatnya yang baru.

c. Metode tulisan dianggap metode paling penting, ini berguna bagi proses penguasaan ilmu pengetahuan juga bagi penggandaan jumlah buku teks karena belum ada mesin cetak. Di samping metode tersebut, ditemukan juga metode diskusi munaqasah debat/ dialektika.

3. Materi Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
Al-Qabisyi dalam Nata mengurutkannya menjadi mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib terdiri dari shalat al-Qur'an, beberapa nahwu, dan bahasa Arab, membaca dan menulis. Sementara, mata pelajaran pilihan terdiri dari berhitung, semua nahwu dan Arab, puisi, sejarah / teks Arab. Secara umum, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah adalah al-Qur'an Arab dan sastra, fiqh, Tafseer, hadits, nahwu, syal, balaghoh, sains, mantiq, astronomi, sejarah, kimia, kedokteran, dan musik. Untuk pegawai sekolah menengah kejuruan, subjeknya adalah bahasa, korespondensi, pidato, diskusi, debat, dan seni. Pendidikan tinggi pada periode Abbasiyah memiliki dua jurusan; ilmu naqliyah dan aqliyah. Jurusan utama ilmu Naqliyah terdiri dari Tafsir, hadits, fiqh dan ushul fiqh, nahwu dan syal, balaghoh, bahasa Arab dan sastra Arab. Jurusan ilmu aqliyah terdiri dari mantiq, dan kimia, musik, ilmu, geometri, astronomi, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tanaman, dan kedokteran.

4. Lembaga Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
a. Kuttab
Merupakan lembaga pendidikan dasar yang digunakan sebagai tempat belajar menulis dan membaca bagi anak-anak Mata pelajaran yang diajarkan adalah khat, kaligrafi, al-quran, akidah, dan syair.
b. Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan rendah di istana bertujuan menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa, sehingga sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingungan dan tugas-tugas yang akan diembannya nanti.
c. Toko-toko Kitab
Pada mulanya toko-toko tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, mereka membelinya dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapa yang berminat untuk mempelajarinya.
d. Rumah-rumah Para Ulama
Pada masa Abbasiyah di antara rumah-rumah para ulama yang digunakan sebagai lembaga pendidikan, rumah yang sering digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais Ibn Sina; sebagian ada yang membaca kitab al-Syifa dan sebagian lain membaca kitab alQanun.
e. Majlis atau Saloon Kesusasteraan
Majlis atau saloon kesusasteraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan, pada masa ini khususnya pada masa khalifah Harun ar-Rasyid. Pada masa beliau sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, perdebatan antara fukaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.
f. Badiah
Badiah adalah dusun-dusun tempat tinggal orang-orang Arab yang tetap mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Para khalifah biasanya mengirimkan anak-anaknya kebadiah-badiah ini untuk mempelajari syair serta sastra Arab dari sumbernya yang asli. Banyak ulama serta ahli ilmu pengetahuan pergi kebadiah-badiah untuk mempelajari bahasa dan kesusasteraan Arab yang asli dan murni.
g. Rumah Sakit
Rumah sakit digunakan sebagai tempat untuk mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan serta tempat untuk mengadakan berbagai penelitian dan percobaan (praktikum) dalam bidang kedokteran dan obat-obatan, sehingga berkembanglah ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan atau farmasi.
h. Perpustakaan dan Observatorium
Perpustakaan digunakan untuk pertemuan dan untuk diskusi ilmiah dan debat. Telah dilaporkan bahwa para sarjana tidak mengalami kesulitan dalam mengakses bahkan koleksi pribadi. Pada lembaga ini, para penuntut ilmu diberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuannya. Kegiatan belajar bertumpu pada aktivitas siswa (student centris), seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil bekerja (learning by doing), dan inquiry (penemuan). Kegiatan belajar yang demikian ini dilakukan bukan hanya di kelas, melainkan di lembaga-lembaga pusat kajian ilmiah.
i. Madrasah
Madrasah merupakan kelanjutan dari pengajaran dan pendidikan yang telah berlangsung di mesjid dan tempat lainnya. Karena minat masyarakat semakin meningkat untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan semakin berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta keterampilan, dan untuk mengajarkannya diperlukan guru yang lebih banyak, sarana dan prasarana yang lebih lengkap, serta pengaturan administrasi yang lebih teratur. Maka dibutuhkan suatu lembaga yang bersifat formal, yaitu: madrasah.

D. Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah
Abad X Masehi disebut abad pembangunan disegala bidang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja'far Al-Mansyur, setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/762 M) dan menjadikannya sebagai Ibu kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Baghdad. Ia merancang usaha pembukuan ilmu agama dan non agama. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penerjemahan buku yang berasal dari luar. Pada masa Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi yang diarahkan kedalam Ma'had, menulis hadis, fiqih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang disusun secara sistematis serta melakukan penerjemahan secara besar-besaran yang peranannya sangat penting. Buku-buku yang mereka terjemahkan merupakan buku-buku asing, seperti dari bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Pada masa pemerintahan Harun ar Rasyid, didirikan Khizanat Al Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan, tempat penerjemahan dan penelitian. Kemudian pada tahun 832 M Al Mamun mengubahnya menjadi Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang berasal dari persia, Bizantium, Eithopia dan India. Pada masa Al Mamun, Baitul Hikmah mengalami kemajuan yang luar biasa. Karena pada saat itu Baitul Hikmah menjadi pusat kajian yang memunculkan banyak ilmuwan, baik ilmuwan agama maupun ilmu umum.
Kegiatan umat muslim pada waktu itu, tidak hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan) dan melakukan tahqiq (pengeditan), yang pada mulanya, muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Hasil dari analisis dan kritik tersebut adalah teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang telah dilakukan Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi dengan memisahkan Al-jabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah, lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi.
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Adapun Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu secara garis besarnya terbagai menjadi dua bagian, yaitu :

A. Ilmu-Ilmu Naqliyah
Diantara ilmu-ilmu naqliyah tersebut yang berkembang pesat pada masa ini adalah sebagai berikut:
1. Ilmu Tafsir
Muncul dua aliran dalam ilmu tafsir yaitu aliran Tafsir bi al-Matsur dan Tafsir bi al-Rayi. Aliran pertama lebih menekankan kepada penafsiran ayat-ayat al-Quran dengan hadits dan pendapat-pendapat para sahabat. Sedangkan aliran yang kedua lebih banyak berpijak pada logika daripada nash. Metode kedua ini nampaknya banyak dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Diantara ulama-ulama tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Ibn Jarir al-Thabari dengan karangannya Jami al-Bayan fi Tafsir al-Quran, Al-Baidhowi dengan karangannya Muallim al-Tanzil, dan lain-lain.
2. Ilmu Hadits
Pada masa pemerintahan Umar bin Abd Azis (99-101H./717-720 M.) banyak bermunculan ulama-ulama yang memfokuskan ilmu dan usaha mereka pada hadits-hadits yang belum ada tandingannya hingga saat sekarang ini. Para ulama-ulama tersebut berhasil menyusun kitab-kitab hadits yang masih dapat kita temukan pada masa sekarang ini. Diantara ulama-ulama hadits yang terkenal adalah Imam Bukhari Beliau telah berhasil mengumpulkan hadis dalam kitab Shahih al-Bukhari, Kemudian Imam Muslim terkenal dengan kitabnya Shahih Muslim.
3. Ilmu Kalam (Teologi Islam)
Aliran-aliran theologi atau bidang filsafat ketuhanan berkembang pada masa ini, seperti khawarij, Murjiah, dan Mutazilah. Theologi rasional Mutazilah muncul diujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mutazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235M), Asyariyah, aliran tradisional di bidang theology yang dicetuskan oleh Abu Hasan al-Asyari (873-935).
4. Ilmu Tasawuf
Perkembangan pesat ilmu tasawwuf juga didasari oleh arti pentingnya bagi umat Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Substansi ilmu ini, manusia boleh mengejar kehidupan dunia asal tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang hamba Allah SWT. Kehidupan ini bukan hanya di dunia saja akan tetapi masih ada kehidupan yang lain yang lebih hakiki dan abadi. Oleh sebab itu, pada masa Dinasti Abbasiyah ini banyak bermunculan ahli-ahli tasawuf yang terkenal diantaranya Imam Al-Ghazali, seorang ulama Sunni yang telah menulis kitab Ihya Ulum al-Din. Disamping Imam Al-Ghazali, dikenal juga Al-Hallaj yang menulis buku tentang tasawuf berjudul al-Thawashin, kemudian Syahabuddin dengan bukunya Awarifu Maarif, dan Al-Qushairi dengan bukunya yang berjudul al-Risalah al-Qusyairiyah fi Ilm al-Tashawuf dan lain-lain.
5. Ilmu Bahasa
Pada masa Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya, karena bahasa Arab yang semakin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh. Yang dimaksud dengan ilmu bahasa adalah nahwu, sharaf maani,bayan, badi, arudh, qamus, dan insya. Dalam zaman ini diciptakan kitab-kitab yang bernilai dalam ilmu bahasa. Di antara ulama-ulama yang termasyhur dalam masa ini adalah Sibawaihi, Muaz al-Harro yang mula-mula membuat sharaf, Al- Kasai yang mengarang kitab tata bahasa, Abu Usman al-Maziny dengan karangannya banyak tentang nahwu.
6. Ilmu Fiqih
Dasar-dasar ilmu fiqih disusun pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Ilmu tersebut disusun oleh ulama-ulama terkenal pada masanya dan memiliki pengaruh yang cukup besar hingga saat ini. Dikalangan ulama Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, muncul tokoh-tokoh seperti Imam Abu Hanifah, Imam Anas ibn Malik, dan Imam Syafii. Kitab-kitab fiqih karangan ulama-ulama tersebut hingga saat ini masih dapat ditemukan, seperti al-Muwatha, al-Um, al-Risalah dan sebagainya.

B. Ilmu-Ilmu Aqliyah (Ilmu Pengetahuan Umum), pada masa ini juga berkembang ilmu-ilmu aqliyah seperti :
1. Filsafat
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibnu Sina danIbnu Ruysd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibnu Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya al-Syifa. Ibnu Rusyd yang di barat terkenal dengan Averoes banyak berpengaruh di barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan averoisme.
2. Ilmu Kedokteran
Di bidang ilmu kedokteran, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (865-925 M) mempunyai keahlian dan profesi yang mengharumkan peradaban Muslim. Beliau merupakan tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan Measles. Sesudahnya ilmu kedokteran berada di tangan Ibnu Sina. Beliau juga seorang ahli filsafat , berhasil menemukan system peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya ialah alQonun Fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
3. Ilmu Optik
Abu Ali al-Hasan bin al-Haithami atau dalam khazanah Barat biasa dipanggil dengan Al-Hazen (355-429 H./966-1038 M.) adalah merupakan ahli mata pada masa Bani Abbasiyah dengan karyanya Optics.
4. Ilmu Matematika
Dalam bidang matematika ini, muncul tokoh-tokoh Islam yang sangat terkenal hingga sekarang seperti al-Khawarizmi, seorang ahli matematika pertama dalam dunia Islam yang mengadopsi sistem angka Sansekerta (Hindi) dan mentransformasikannya menjadi angka Arab. Al-Khawarizmi mengarang buku yang berjudul Al-Jabr dan al-Mukabala yang merupakan buku pertama tentang ilmu pasti paling sistematis dalam sejarah pemikiran ummat manusia. Tokoh-tokoh lainnya yang terkenal dalam bidang ini antara lain Umar Kayam, al-Thusi, al-Biruni, Abu Kamil dan Abu al-Wafa Muhammad bin Ismail bin al-Abbas. Hasil-hasil temuan mereka tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan matematika sebagai salah satu disiplin ilmu sekarang ini. Bahkan angka Arab sangat kontributif terhadap pembuatan mesin hitung yang dipakai manusia masa sekarang.
5. Ilmu Astronomi
Dalam literatur Islam, astronomi disebut sebagai ilmu falak. Ibrahim al-Fazari dikenal dalam sejarah Islam sebagai astronom Islam yang pertama sekali membuat astrolobe. Al-Farghani menulis ringkasan ilmu astronomi yang berjudul al-Harkat al-Samawat wa Jawami Ilm al Nujum dan al-Mudkhi Ila Ilm Hayat al-Aflak. Disamping itu, beliau juga telah mengkoreksi beberapa pendapat Ptolomeus, termasuk melakukan perhitungan yang benar terhadap orbit bulan dari planet-planet tertentu. Beliau juga membuktikan tentang probabilitas gerhana matahari yang berbentuk cincin, menentukan garis edar matahari dan mengembangkan teori orisinal tentang penentuan dapat melihat bulan baru. Hasil karyanya yang paling terkenal adalah Tahmid al-Mustaqin li Mana al-Mamar.
6. Ilmu Kimia
Ummat Islam pada masa ini telah berhasil mengembangkan ilmu kimia. Dalam disiplin ilmu kimia ini, bermunculan ilmuwan-ilmuwan muslim yang cukup terkenal diantaranya Jabir Ibn Hayyan, yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kimia Modern. Di tangan ilmuan-ilmuan Yunani, ilmu kimia didasarkan pada spekulasi, maka ditangan ilmuwan-ilmuwan Islam, ilmu kimia tersebut berkembang berdasarkan pada eksperimen.
7. Ilmu Sejarah dan Ilmu Bumi
Dalam bidang sejarah dan ilmu bumi muncul beberapa ilmuan yang terkenal diantaranya Ahman bin Yacoubi dengan karyanya al-Buldan (mengenai ilmu bumi) dan al-Tarikh (mengenai sejarah), Abi Muhammad Abdullah al-Quthubah dengan karyanya antara lain al-Imamah wa al-Siyasah, al-Maarif, dan Uyun al-Akhbar, Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jabir al-Thabari dengan karyanya yang terkenal al-Umam wa al-Mulk.


Pendidikan Multikultural pada masa Daulah Abbasiyah

Konsep pendidikan yang ditemukan pada masa Daulah Abbasiyah khususnya pada masa kekhalifahan Al-Mamun, yaitu konsep dasar pendidikan multikultural. Penerapan konsep ini di institusi Bayt al-Hikamah dengan institusi lain berbeda. Adapun penerapan konsep dasar pendidikan multikultural di Bayt al-Hikmah bersifat eksternal dan umum, yaitu semua orang bebas berekspresi, terbuka, toleransi dan kesetaraan dalam mencari ilmu, menerjemahkan, beribadah, bekerja, dan melakukan segala kegiatan yang bermanfaat. Sedangkan menurut Lailian (2005: 30-31), penerapan konsep ini selain di Bayt al-Hikmah lebih bersifat internal dan khusus yang lebih menekankan pada aspek keragaman dan kesederajatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Adapun gambaran adanya konsep dasar pendidikan multikultural di institusi selain Bayt al-Hikmah sebagai berikut:
Nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan. Murid mempunyai kebebasan memilih materi pelajaran, guru, dan membentuk halaqah-halaqah.
Nilai-nilai keadilan, kemiskinan, dan keterbelakangan kelompok minoritas tampak pada proses rekrutmen murid. Murid-murid yang tidak mampu atau yatim, diberi kesempatan untuk menuntut ilmu. Mereka digaji setiap bulan, diberikan keperluan alat tulis belajar dan mendapat fasilitas yang luar biasa dari lembaga wakaf.
Nilai-nilai keadlilan dan hubungan yang harmonis tergambar dalam hubungan antara guru dan murid. Guru memberikan perhatian dan perlakuan yang sama kepada semua murid.
Konsep pendidikan multikultural dalam Lilian (2005: 31) ini ternyata membawa pengaruh yang sangat besar dalam kemajuan peradaban bangsa antara lain seperti:
Terjalinnya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
Gerakan terjemah yang dikelola dalam suasana keberagaman, kesederajatan, perbedaan-perbedaan kebudayaan toleransi terhadap semua kelompok dan agama khususnya Kristen membawa pengaruh pada kemajuan ilmu pengetahuan juga ilmu agama, dan
Kebebasan dalam memilih materi dan guru bagi murid dalam proses belajar mengajar dan hubungan yang harmonis antara guru dan murid dan nilai-nilai toleransi antara keduanya mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya imam-imam madzhab.

BAB III
KESIMPULAN

Masa pemerintahan daulah Abbasiyah terkenal dengan masa keemasan dan kejayaan Islam dengan para Khalifah yang kuat dan sangat mencintai ilmu pengetahuan, yang tentunya tidak terlepas dari Faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan pendidikan Islam tersebut antara lain: faktor Intern dan Ekstern. Faktor Intern yakni faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam itu sendiri yang mendorong manusia untuk menuntut ilmu dan mengembangkannya. Sedangkan faktor ekstern meliputi banyak aspek seperti: akulturasi kebudayaan, munculnya usaha penerjemahan ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab, Maula (mawali), adanya perhatian pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, tersedianya fasilitas-fasilitas yang mendukung, stabil dan majunya ekonomi, dan minat masyarakat yang tinggi dalam menuntut ilmu.
Adapun metode, materi, dan lembaga pendidikan islam pada masa daulah Abbasiyah yakni dalam daulah Abbasiyah, metode pengajarannya menggunakan metode halaqoh, lisan, ceramah, qiroah dan menghafal. Materi yang diajarkannya berdasarkan tingkatan jenjang yaitu tingkat sekolah dasar, tingkat sekolah menengah, dan tingkat sekolah tinggi yang tentunya memiliki materi yang berbeda-beda sesuai tingkatannya. Lembaga pendidikan Islam yang digunakan antara lain: kuttab, pendidikan rendah di Istana, toko-toko kitab, rumah para Ulama, majlis/saloon kesusasteraan, badiah, rumah sakit, perpustakaan dan observatorium, dan Madrasah. Kemudian ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu adalah ilmu-ilmu Naqliyah (ilmu tafsir, hadits, kalam, tasawuf, bahasa, dan fiqh ) dan Ilmu-ilmu Aqliyah (filsafat, kedokteran, optik, matematika, astronomi, kimia, sejarah dan ilmu bumi).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaradhawi, Yusuf. 2005. Distorsi Sejarah Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Adel M, dkk. The House of Wisdom (Bayt al-Hikmah), an Educational Institution during the Time of the Abbasid Dynasty. A Historical Perspective. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. Vol. 27 No.2 (2019), hlm. 1304.
Baharuddin, dkk. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Barni, Mahyuddin, Al Ghazāli’s Thoughts on Islamic Education Curriculum, Dinamika Ilmu. Vol. 17 No. 2 (2017), hlm. 256.
Ismail, Faisal. 2017. Sejarah dan Kebudayaan Islam periode Klasik (Abad VII-XIII M). Yogyakarta: IRCiSoD.
Khairudin. Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah (Studi Analisis tentang Metode, Sistem, Kurikulum dan Tujuan Pendidikan). Jurnal Ittihab. Vol. 11 No. 1 (2018), hlm. 99-105
Mahroes, Serli. Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam. Jurnal Tarbiya. Vol. 1 No. 1 (2016), hlm. 91-101.
Maryamah. Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah. Jurnal Tadrib. Vol. 1 No. 1 (2015), hlm. 61-69.
Nasution, Syamruddin. Kebangkitan Peradaban Islam Pada Abad Klasik. Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial Dan Budaya. Vol. 12 No. 2 (2015), hlm. 228-229.
Renima, Ahmed, dkk. The Islamic Golden Age: A Story of the Triumph of the Islamic Civilization, hlm. 19.
Riyadi, Fuad. Perpustakaan Bayt Al Hikmah The Golden Age of Islam. Jurnal Perpustakaan Libraria. Vol. 2 No. 1 (2014), hlm. 111-112.
Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wahyuningsih, Sri. Implementasi Sistem Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah dan Masa sekarang. Jurnal Kependidikan. Vol. 11 No. 2 (2014), hlm. 113-114.
Yatim, Badri. 1999. Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Zulhimma. Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Kegemilangan. Nur El-Islam. Vol. 1, No. 2 (2014), hlm. 60-70.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asbabul Wurud Al-Hadits

Kajian Tafsir Al Mishbah

Konsep Mahabbah dan Ma'rifat dalam Tasawuf