Pendidikan Karakter dalam Hadits (Tanggung Jawab)
TANGGUNG JAWAB
Tanggung
jawab (responbility) adalah suatu
tugas atau kewajiban untuk melakukan atau menyelesaikan tugas dengan penuh
kepuasan (yang diberikan oleh seseorang, atau atas janji atau komitmen sendiri)
yang harus dipenuhi seseorang. Maksudnya bahwa tanggung jawab berarti dapat dijawab
atau dapat dipertanggung jawabkan.[1] Apa
yang dilakukan seseorang pertama-tama akan dipertanggung jawabkan di hadapan
Allah SWT, selanjutnya di hadapan dirinya sendiri, dan di hadapan masyarakat.
Menurut
suparno yang dikutip oleh Purwati Eri, tanggung jawab berarti berani, siap, dan
teguh hatinya dalam menerima putusan dan tindakan yang dilakukan secara sengaja
atau tidak sengaja. Maksudnya seseorang dikatakan bertanggung jawab jika
dirinya sadar mengambil keputusan dan mau menghadapi segala akibat yang
terjadi. Seseorang tidak akan lari dari situasi yang diakibatkan oleh
perbuatannya dan mau menanggung akibat serta tidak menyalahkan orang lain.
Dengan
demikian karakteristik tanggung jawab yang perlu ditanamkan dalam kehidupan
sehari-hari adalah:
1. Melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan.
2. Selalu
menunjukkan ketekunan, kerajinan, dan terus berdo’a.
3. Selalu
melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.
4. Selalu
disiplin dan mengontrol diri dalam keadaan apapun.
5. Selalu
mengkaji, menelaah, dan berpikir sebelum bertindak.
6. Mempertimbangkan
dan memperhitungkan semua konsekuensi dari perbuatan.[2]
Bahwasanya
tanggung jawab adalah suatu hal yang wajib dikerjakan. Seperti contoh orang
Islam sebagai umat Allah SWT, memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sholat
fardhu lima waktu. Dan itu juga sebagai kewajiban orang Islam sebagai seorang
hamba.
Seseorang
bisa dinilai memiliki karakter tanggung jawab jika orang tersebut selalu lebih
mementingkan mengerjakan kewajiban dari pada hak pribadinya dan bertanggung
jawab atas apa yang dilakukannya. Jadi indikator dari tanggung ialah selalu
melaksanakan tugas sesuai aturan/kesepakatan dan bertanggung jawab dengan semua
tindakan yang dilakukan.[3]
Banyak
hadits yang menjelaskan mengenai sikap-sikap tanggung jawab yakni diantaranya:
A.
Hadits
Tentang Perintah Untuk Sholat Ketika Umur 7 Tahun
Berdasarkan
hadits tentang perintah shalat pada usia tujuh tahun menggambarkan bahwa pada
fase ini anak dididik untuk bertanggung jawab. Jika perintah shalat itu tidak
dikerjakan maka akan mendapat sanksi, dipukul (pada usia sepuluh tahun).[4]
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ،
عَنْ جَدِّهِ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " مُرُوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا
وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Terjemahan:
“
Dari ‘Amar bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a., ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: “Perintahlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika berusia tujuh tahun,
dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat bila berumur sepuluh tahun, dan
pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan) “
(H.R Abu Dawud dalam kitab sholat).
Hadits ini
mengisyaratkan bahwa pembentukan karakter anak hendaklah melalui tahapan-tahapan
yang dimulai ketika anak masih masa kanak-kanak, bahkan ketika anak masih
berbentuk janin di dalam kandungan.
Hadits di atas juga
menceritakan tentang instruksi Rasulullah SAW kepada umat Islam agar memerintah
anaknya untuk melaksanakan sholat ketika usia tujuh tahun. Apabila pada usia
sepuluh tahun anak tetap tidak mau melaksanakan sholat, maka orang tua boleh
memukul anaknya tersebut. Pukulan yang dimaksud adalah pukulan yang bersifat
mendidik, agar anak mau melaksanakan sholat. Pukulan yang dimaksud bukan
pukulan untuk menyakiti, tetapi untuk mendidik anak agar memiliki karakter
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Tentunya hukuman ini harus disesuaikan
dengan keadaan mereka dalam masa anak-anak, tidak menyakitkan, bahkan
mengarahkan, memotivasi mereka untuk lebih giat mengerjakannya.
Pukulan
merupakan salah satu cara mendidik, khususnya jika oukulan itu mendatangkan
manfaat atau mencegah yang tidak baik yang dilakukan setelah diberi nasehat dan
bimbingan. Tetapi pukulan itu harus mendidik dan tidak boleh melukai, dan
hendaknya hindari pukulan di wajah.[5]
Hadits tentang
perintah sholat jelas mengandung antara lain: tuntunan untuk mencapai
kedisiplinan waktu, tanggung jawab sebagai hamba Allah SWT, berpikir positif,
sabar dan tabah dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhkan diri dari
larangan Allah SWT.
Proses
pendidikan sholat harus diberikan pada anak agar kewajiban, nilai-nilai
filosofis dan hikmah sholat tertanam pada jiwa anak, sehingga ia akan
melaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran sendiri dalam
mengerjakan sholat dan ibadah lainnya manakala anak sudah mencapai dewasa.[6]
Kemudian yang
menjadi tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak
yang memiliki akhlaq mulia sebagaimana akhlaq Rasulullah SAW. Sebab dengan
berhasilnya pendidikan karakter yang berkiblat pada akhlaq Rasul, maka untuk
seterusnya anak didik akan menjadi generasi membanggakan.[7]
B.
Hadits
Tentang Kepemimpinan
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ
الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ
رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ
عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه
Terjemah:
Abdullah bin Umar, dia berkata: Rasulullah
bersabda “Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyat
yang dipimpinnya. Seorang raja memimpin rakyatnya dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya itu. Seorang suami memimpin keluarganya, dan akan ditanya
kepemimpinannya itu. Seorang ibu memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya, dan
dia akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang budak mengelola harta
majikannya dan akan ditanya tentang pengelolaanya. Ingatlah bahwa kalian semua
memimpin dan akan ditanya pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya itu.”
Kandungan hadis di atas yang menekankan agar bahwa
setiap individu mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya tidak bertentangan
dengan ayat-ayat al-Qur’an, karena banyak ayat yang juga menjelaskan tentang
hal tersebut, di antaranya adalah QS. al-Baqarah (2): 134 yang berbunyi:
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْـَٔلُونَ عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Artinya:
Itu adalah umat yang lalu; baginya
apa yang Telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu
tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang Telah mereka kerjakan.
Sedangkan hadis-hadis Nabi yang terkait dengan
tanggung jawab kepemimpinan juga banyak, di antaranya Allah akan meminta
pertanggung jawaban terhadap pemimpin atas orang-orang yang dipimpinnya,
seperti ungkapan Nabi:
فوا ببيعة
األول فاألول وأعيوهم حقهم الذي جعل اَّلل لهم فإن اَّلل سائلهم عما استرعاهم.
Terjemahan:
Penuhilah janji pertama lalu yang
selanjutnya, dan berikanlah mereka hakhak mereka yang telah Allah berikan
padanya karena sesungguhnya Allah akan meminta mereka (pemimpin) atas apa yang
dipimpinnya.[8]
Kemudian berdasarkan makna kandungan
hadis Nabi saw tersebut, menerangkan tentang hakikat kepemimpinan, yakni:
1.
Setiap muslim
dalam berbagai posisi dan tingkatannya, mulai dari tingkatan pemimpin rakyat
sampai pada tingkatan pengembala adalah pemimpin, termasuk pada tingkatan
memimpin diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan
dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah swt. atas kepemimpinannya kelak di
akhirat.
2.
Frasa كلكم راء و كلكم مسئول عن رعيته
menyirap
makna bahwa setiap orang memiliki beban tanggung jawab kepemimpinan, apapun
posisi dan status orang tersebut, apapun jenis kelamin orang tersebut. Semua
memiliki tanggung jawab kepemimpinan dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinan yang diperankannya.
3.
Adanya
klasifikasi pemimpin, yakni Pemimpin masyarakat, Imam Laki-laki pemimpin dalam
keluarganya. Perempuan pemimpin dalam rumah suaminya. Pembantu pemimpin atas
harta majikannya. Bahkan anak pun menjadi pemimpin terhadap harta orang tuanya,
merupakan wujud taggung jawab terhadap masing-masing tugasnya.
Secara subtantif hadis tentang hakikat
kepemimpinan tersebut mengandung makna sebagai berikut:
a.
Setiap orang berhak
menjadi pemimpin dalam kelompoknya tanpa harus melihat faktor keturunan, harta
dan ketenaran dll, melainkan berdasarkan fitrahnya sebagai pemimpin atau
berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
b.
Adanya
fungsi-fungsi kepemimpinan yang disebutkan dalam hadis tersebut, seperti amir, Imam, rajul, mar’ah, ‘abd atau khadim mengandung makna pembagian job description atau lebih mengarah pada
manajemen kepemimpinan.
c.
Wujud tanggung
jawab yang sesungguhnya adalah kelak dihadapan Allah swt, namun dalam
kepemimpinan tanggung jawab harus selalu ada dihadapan manusia lainnya yang
dipimpin dalam bentuk laporan kegiatan.
d. Hadis tersebut mengandung makna kepemimpinan yang demokratis. Kepemimpinan demokratis pemimpin memperhitungkan aspirasi yang dipimpinnya, bawahan ikut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, artinya selain pemimpin tertinggi, bawahan juga menjadi pemimpin dalam tugasnya.[9]
C.
Hadits
Tentang Memanfaatkan Waktu Sebaik-Baiknya
Rasulullah SAW bersabda :
Terjemahan:
“Manfaatkanlah
lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa
tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa
fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa
matimu”.
Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang
bertanggung jawab terhadap waktu dengan sebaik – baiknya. Kita sebagai seorang
muslim sudah sepantasnya memanfaatkan waktu sebelum suatu perkara itu datang,
penjelasan dari hadits diatas yaitu :
1.
Manfaatkan masa
muda sebelum datang masa tua
Masa muda adalah masa untuk warisan dan masa
berjihad. Masa muda merupakan masa yang sangat berharga hidup. Barangsiapa yang memanfaatkan untuk dirinya, dia akan
beruntung dan selamat. Dia juga akan berada di bawah naungan Allah swt ketika
tidak ada naungan kecuali naungan- Nya. Barangsiapa menyia-nyiakan masa muda
dalam hawa nafsu dan berfoya- foya, maka dia rugi. Jika dia mati mendadak, niscaya dia akan sangat menyesal.
Dan jika dia hidup sampai tua, dia juga akan menyesal. Karena jika ia mati,
amalnya terputus dan jika ia sudah tua, badannya bungkuk, kakinya lemah,
pendengaran dan penglihatannya berkurang, dan dia tidak mampu beramal shalih
sebagaimana yang diinginkan. Allah telah berfirman dalam QS. At Tiin [95]: 4-6.
Maksud ayat "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baik-baik", ada empat pendapat.
Di antara pendapat tersebut adalah "Kami telah menciptakan manusia
dengan sebaik-baik-baik saat masa muda yang bersemangat dan semangat untuk
beramal. Masa tua adalah masa yang tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan
melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua, Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal,
berbeda dengan masa muda. Jika seorang mukmin di usia senja dan pada saat itu
sangat sulit untuk beramal, maka akan ditentukan pahala cara amal yang dulu
dilakukan pada saat muda. Inilah yang dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya. Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang
beriman" adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat
kondisi fit (semangat) untuk beramal ,
maka mereka di waktu orang tua kekurangan kekurangan mereka, walaupun mereka
tidak mampu melakukan ketaatan saat usia senja.
Karena Allah Ta'ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi
kekuatan beramal waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal. Maka orang yang gemar beramal di waktu
mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran dalam waktu mudanya.
2.
Memanfaatkan
kesehatan sebelum sakit
Ketika sakit kita berharap untuk bisa puasa
tapi tidak Berharap bisa shalat sambil
berdiri, tapi tidak bisa berdiri. Berharap berangkat menuju masjid, tapi kedua
kaki tidak kuat untuk menyangga badan. Maka kita akan menyesali hari-hari
ketika kita masih mampu melakukan sebuah
semua ibadah, tapi tidak memanfaatkannya
3.
Manfaatkan Masa Kaya
Sebelum Miskin
Kekayaan termasuk nikmat Allah.Orang yang
diberi kekayaan wajib menyadari karunia Allah SWT dan wajib menyadari rahasia
karunia ini. Nabi Sulaiman 'alaihissalam telah menjelaskan rahasia nikmat dalam
ucapannya sesudah melihat singgasana Bilqis berada di hadapan beliau. Beliau
berkata: "Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku
bersyukur ataukah kufur?" (QS. An-Naml [027]: 40). Oleh karena itu seorang hamba wajib memanfaatkan
masa kayanya, menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan. Hendaklah dia
betul-betul menghindari sifat bakhil dan sifat menahan karunia Allah. Inilah di
antara nasihat- nasihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam kepada ummatnya. Nasihat yang sangat berharga. Barangsiapa yang ingin selamat serta
beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat, maka cobalah ia berusaha
melaksanakan nasihat beliau shallallaahu 'alaihi wasallam. Sedangkan orang yang enggan 22 untuk
mengikuti nasihat.
4.
Manfaatkan waktu
luang sebelum sempit
Kesehatan adalah mahkotanya orang sehat. Kesehatan tidak terlihat kecuali orang yang
sakit. Demikian juga waktu luang yang
sangat tinggi yang tidak disadari kecuali oleh orang yang sibuk.Hendaknya kita
waktu-waktu luang kita dengan amalan-amalan shalih yang berguna bagi kita
sendiri. Sebab saat sibuk kita akan
berharap dapat mempunyai waktu luanguntuk membaca buku dan membawakan
pengajian, tapi tidak mendapatkan waktu itu.
Kita pun akan menyesali waktu-waktu yang telah tersia-siakan. Ketahuilah, jika kita sudah memanfaatkan
waktu sehat dan waktu luang untuk taat kepada Allah, lalu sakit atau melakukan
perjalanan jauh, maka akan dituliskan buat kita pahala seperti pahala amalan
yang dilakukan ketika sehat dan luang.
Akan tetapi kebanyakan manusia melalaikan hal itu, bahwa orang yang rugi
secara hakiki adalah orang yang sehat dan memiliki waktu luang lalu tidak bisa
memanfaatkan.
Seseorang tidak akan memiliki waktu yang lama
sampai ia berkecukupan secara ekonomi serta berbadan sehat. Barangsiapa yang memperoleh hal tersebut
(berkecukupan dan berbadan sehat) maka dicarilah ia bertekad agar tidak rugi
dengan cara mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya. Di antara syukur kepada-Nya adalah dengan
mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa meremehkan hal ini, dialah orang
yang rugi. Terkadang ada orang yang
memiliki badan sehat namun tidak memiliki waktu luang yang disebabkan oleh
pekerjaannya. Terkadang juga ada orang yang
kaya tetapi dia sakit. Jika ada orang
yang memiliki kedua hal tersebut, lalu dia malas untuk pantauan taat, maka
dialah orang yang rugi.
Untuk lebih jelasnya, dunia ini adalah ladang,
di sana ada perniagaan yang keberuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luang dan waktu
sehatnya untuk taat kepada Allah, maka dia adalah orang yang berbahagia. Barang siapa yang bertanggung jawab untuk
hukum maksiat maka dialah orang yang rugi.
Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan dan sehat akan diiringi
oleh sakit. Membuat permisalan bagi
mukallaf (orang yang telah dibebani beban syari'at) dengan seorang pedagang
yang punya modal. Pedagang ingin mencari
untung dengan tetap menjaga keutuhan modalnya.
Caranya adalah dengan memilih orang untuk dimodali dan dia harus jujur
dan benar tidak rugi. Kesehatan dan
waktu luang adalah modal. Maka
semestinya scorang hamba mengisinya dengan kcimanan dan perbaikan hawa nafsu
dan setan, meraih keuntungan di dunia dan akhirat. Janganlah dia mentaati hawa nafsu dan setan
agar modal dan keuntungannya tidak hilang sia-sia. Kehilangan modal dan keuntungan adalah
kerugian yang besar.
Banyak orang tertipu dengan kesehatan dan waktu
luang, karena mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia kehidupan akhirat. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
ingin menunjukkan bahwa kehidupan yang mereka geluti tidak ada artinya
sedikitpun, sedangkan kehidupan yang mereka tinggalkan, ajal kehidupan yang
sebenarnya. Barangsiapa yang tidak
mendapatkannya maka dialah orang yang rugi.
5.
Manfaatkan hidup
sebelum kematian
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberi nasihat kepada seseorang memanfaatkan hari-hari selama hidupnya sebelum matinya. Hidup merupakan nikmat yang besar. Hari-hari dalam kehidupan kenikmatan. Karenanya setiap kali bangun dari tidurnya, Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :
Terjemahan:
"Segala puji bagi Allah yang menghidupkan
kami setelah mematikan 13 kami dan hanya kepada-Nya tempat kembali" (HR.
Bukhari).[10]
Marilah
kita manfaatkan hidup kita.Hendaknya kita sadar, bahwa kematian itu datangnya
tiba-tiba. Kematian itu tidak mengenal
usia tertentu, dia tidak mengenal waktu-waktu tertentu dan juga
penyakit-penyakit tertentu. Hal ini
bertujuan manusia mewaspadainya, persiapkan diri untuk menemui kematian.
Sebagaimana yg dijelassskan dalam QS. Luqman [31]:34.[11]
Dari
hadits diatas pelajaran yang dapat diambil adalah :
a.
Sebagai seorang muslim kita harus
bertanggung jawab terhadap amal ibadahnya
b.
Memanfaatkan waktu dengan sebaik – baiknya
c.
Memanfaatkan waktu yang luang
d.
Memanfaatkan
waktu sebelum datangnya suatu perkara
DAFTAR
PUSTAKA
Aeni, Ani Nur, 2014.
Pendidikan Karakter Untuk Siswa SD Dalam
Perspektif Islam, Jurnal PGSD Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 1 No.
1
Alwi, Muhammad
Khidri, 2017. Kepemimpinan Dalam
Perspektif Hadits, Jurnal Rihlah, Vol. 5 No. 2
Depag RI,
Al-Jumanatul 'Ali (Al-Qur'an dan Terjemahan)
Fitri, Anggi, 2018.
Pendidikan Karakter Perspektif Al-Qur’an
Hadits, TA’LIM: Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol. 1 No. 2
Hermawan,
Risdianto, 2018. Pengajaran Sholat Pada
Anak Usia Dini Perspektif Hadits Nabi Muhammad SAW, Insania, Vol. 23 No. 2
Jalur sanad
tersebut adalah “Telah menyampaikan ke kami Qobishoh dari Abdul Malik dari
Rib'iy, bin Hirasy, dari hudzaifah telah
berkata: Rasulullah Saw. kepada Firosah ". Li Abi" Abdullah Muhammad
bin Isma'il al-Bukhori, al -Jami
as-Shohih, (al-Maktabah as-Salafiyah), Juz 4. Bab ucapan saat tidur
Masniati, 2015. Kepemimpinan Dalam Islam, Jurnal
Al-Qadau Vol. 2 No. 1
Purwanti, Eri, 2016.
Implementasi Penggunaan SSP (Subject
Specific Pedagogy) Tematik Integratif Untuk Menanamkan Tanggung Jawab, Kerja
Keras, Dan Kejujuran, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar Vol. 3, No.
2
Rohmat, 2012. Skripsi:
Pendidikan Sholat Pada Anak Usia 7 – 13
Tahun (Studi Terhadap Matan Hadits Imam Abu Daud Nomor 242), Cirebon: IAIN
Syekh Nurjati Cirebon
Sholih, Muhammad
Da’i, 2017. Skripsi: Pendidikan Karakter
Bertanggung Jawab Menurut Al Qur’an Surah Lukman Ayat 16, Salatiga: IAIN
Salatiga
Sundari, Ade, 2019. Skripsi: Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Karakter Tanggung Jawab Pada Siswa di SMP Negeri 10 Rejang Lebong, IAIN Curup
Komentar
Posting Komentar