Pendidikan Karakter dalam Hadits (Tanggung Jawab)


TANGGUNG JAWAB

 

Tanggung jawab (responbility) adalah suatu tugas atau kewajiban untuk melakukan atau menyelesaikan tugas dengan penuh kepuasan (yang diberikan oleh seseorang, atau atas janji atau komitmen sendiri) yang harus dipenuhi seseorang. Maksudnya bahwa tanggung jawab berarti dapat dijawab atau dapat dipertanggung jawabkan.[1] Apa yang dilakukan seseorang pertama-tama akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT, selanjutnya di hadapan dirinya sendiri, dan di hadapan masyarakat.

Menurut suparno yang dikutip oleh Purwati Eri, tanggung jawab berarti berani, siap, dan teguh hatinya dalam menerima putusan dan tindakan yang dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Maksudnya seseorang dikatakan bertanggung jawab jika dirinya sadar mengambil keputusan dan mau menghadapi segala akibat yang terjadi. Seseorang tidak akan lari dari situasi yang diakibatkan oleh perbuatannya dan mau menanggung akibat serta tidak menyalahkan orang lain.

Dengan demikian karakteristik tanggung jawab yang perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari adalah:

1.      Melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

2.      Selalu menunjukkan ketekunan, kerajinan, dan terus berdo’a.

3.      Selalu melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.

4.      Selalu disiplin dan mengontrol diri dalam keadaan apapun.

5.      Selalu mengkaji, menelaah, dan berpikir sebelum bertindak.

6.      Mempertimbangkan dan memperhitungkan semua konsekuensi dari perbuatan.[2]

Bahwasanya tanggung jawab adalah suatu hal yang wajib dikerjakan. Seperti contoh orang Islam sebagai umat Allah SWT, memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sholat fardhu lima waktu. Dan itu juga sebagai kewajiban orang Islam sebagai seorang hamba.

Seseorang bisa dinilai memiliki karakter tanggung jawab jika orang tersebut selalu lebih mementingkan mengerjakan kewajiban dari pada hak pribadinya dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Jadi indikator dari tanggung ialah selalu melaksanakan tugas sesuai aturan/kesepakatan dan bertanggung jawab dengan semua tindakan yang dilakukan.[3]

Banyak hadits yang menjelaskan mengenai sikap-sikap tanggung jawab yakni diantaranya:

A.      Hadits Tentang Perintah Untuk Sholat Ketika Umur 7 Tahun

Berdasarkan hadits tentang perintah shalat pada usia tujuh tahun menggambarkan bahwa pada fase ini anak dididik untuk bertanggung jawab. Jika perintah shalat itu tidak dikerjakan maka akan mendapat sanksi, dipukul (pada usia sepuluh tahun).[4]

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ ‏

 

Terjemahan:

“ Dari ‘Amar bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Perintahlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat bila berumur sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan) “ (H.R Abu Dawud dalam kitab sholat).

Hadits ini mengisyaratkan bahwa pembentukan karakter anak hendaklah melalui tahapan-tahapan yang dimulai ketika anak masih masa kanak-kanak, bahkan ketika anak masih berbentuk janin di dalam kandungan.

Hadits di atas juga menceritakan tentang instruksi Rasulullah SAW kepada umat Islam agar memerintah anaknya untuk melaksanakan sholat ketika usia tujuh tahun. Apabila pada usia sepuluh tahun anak tetap tidak mau melaksanakan sholat, maka orang tua boleh memukul anaknya tersebut. Pukulan yang dimaksud adalah pukulan yang bersifat mendidik, agar anak mau melaksanakan sholat. Pukulan yang dimaksud bukan pukulan untuk menyakiti, tetapi untuk mendidik anak agar memiliki karakter keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Tentunya hukuman ini harus disesuaikan dengan keadaan mereka dalam masa anak-anak, tidak menyakitkan, bahkan mengarahkan, memotivasi mereka untuk lebih giat mengerjakannya.

Pukulan merupakan salah satu cara mendidik, khususnya jika oukulan itu mendatangkan manfaat atau mencegah yang tidak baik yang dilakukan setelah diberi nasehat dan bimbingan. Tetapi pukulan itu harus mendidik dan tidak boleh melukai, dan hendaknya hindari pukulan di wajah.[5]

Hadits tentang perintah sholat jelas mengandung antara lain: tuntunan untuk mencapai kedisiplinan waktu, tanggung jawab sebagai hamba Allah SWT, berpikir positif, sabar dan tabah dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhkan diri dari larangan Allah SWT.

Proses pendidikan sholat harus diberikan pada anak agar kewajiban, nilai-nilai filosofis dan hikmah sholat tertanam pada jiwa anak, sehingga ia akan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran sendiri dalam mengerjakan sholat dan ibadah lainnya manakala anak sudah mencapai dewasa.[6]

Kemudian yang menjadi tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak yang memiliki akhlaq mulia sebagaimana akhlaq Rasulullah SAW. Sebab dengan berhasilnya pendidikan karakter yang berkiblat pada akhlaq Rasul, maka untuk seterusnya anak didik akan menjadi generasi membanggakan.[7]

 

B.       Hadits Tentang Kepemimpinan

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Terjemah:

Abdullah bin Umar, dia berkata: Rasulullah bersabda “Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Seorang raja memimpin rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang suami memimpin keluarganya, dan akan ditanya kepemimpinannya itu. Seorang ibu memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang budak mengelola harta majikannya dan akan ditanya tentang pengelolaanya. Ingatlah bahwa kalian semua memimpin dan akan ditanya pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya itu.”

Kandungan hadis di atas yang menekankan agar bahwa setiap individu mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an, karena banyak ayat yang juga menjelaskan tentang hal tersebut, di antaranya adalah QS. al-Baqarah (2): 134 yang berbunyi:

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْـَٔلُونَ عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Artinya:

Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang Telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang Telah mereka kerjakan.

Sedangkan hadis-hadis Nabi yang terkait dengan tanggung jawab kepemimpinan juga banyak, di antaranya Allah akan meminta pertanggung jawaban terhadap pemimpin atas orang-orang yang dipimpinnya, seperti ungkapan Nabi:

فوا ببيعة األول فاألول وأعيوهم حقهم الذي جعل اَّلل لهم فإن اَّلل سائلهم عما استرعاهم.

Terjemahan: 

Penuhilah janji pertama lalu yang selanjutnya, dan berikanlah mereka hakhak mereka yang telah Allah berikan padanya karena sesungguhnya Allah akan meminta mereka (pemimpin) atas apa yang dipimpinnya.[8]

Kemudian berdasarkan makna kandungan hadis Nabi saw tersebut, menerangkan tentang hakikat kepemimpinan, yakni:

1.        Setiap muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya, mulai dari tingkatan pemimpin rakyat sampai pada tingkatan pengembala adalah pemimpin, termasuk pada tingkatan memimpin diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah swt. atas kepemimpinannya kelak di akhirat.

2.        Frasa كلكم راء و كلكم مسئول عن رعيته menyirap makna bahwa setiap orang memiliki beban tanggung jawab kepemimpinan, apapun posisi dan status orang tersebut, apapun jenis kelamin orang tersebut. Semua memiliki tanggung jawab kepemimpinan dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan yang diperankannya.

3.        Adanya klasifikasi pemimpin, yakni Pemimpin masyarakat, Imam Laki-laki pemimpin dalam keluarganya. Perempuan pemimpin dalam rumah suaminya. Pembantu pemimpin atas harta majikannya. Bahkan anak pun menjadi pemimpin terhadap harta orang tuanya, merupakan wujud taggung jawab terhadap masing-masing tugasnya.

Secara subtantif hadis tentang hakikat kepemimpinan tersebut mengandung makna sebagai berikut:

a.         Setiap orang berhak menjadi pemimpin dalam kelompoknya tanpa harus melihat faktor keturunan, harta dan ketenaran dll, melainkan berdasarkan fitrahnya sebagai pemimpin atau berdasarkan kemampuan yang dimiliki.

b.        Adanya fungsi-fungsi kepemimpinan yang disebutkan dalam hadis tersebut, seperti amir, Imam, rajul, mar’ah, ‘abd atau khadim mengandung makna pembagian job description atau lebih mengarah pada manajemen kepemimpinan.

c.         Wujud tanggung jawab yang sesungguhnya adalah kelak dihadapan Allah swt, namun dalam kepemimpinan tanggung jawab harus selalu ada dihadapan manusia lainnya yang dipimpin dalam bentuk laporan kegiatan.

d.        Hadis tersebut mengandung makna kepemimpinan yang demokratis. Kepemimpinan demokratis pemimpin memperhitungkan aspirasi yang dipimpinnya, bawahan ikut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, artinya selain pemimpin tertinggi, bawahan juga menjadi pemimpin dalam tugasnya.[9]

C.      Hadits Tentang Memanfaatkan Waktu Sebaik-Baiknya

Rasulullah SAW bersabda :

Terjemahan:

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu”.

Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang bertanggung jawab terhadap waktu dengan sebaik – baiknya. Kita sebagai seorang muslim sudah sepantasnya memanfaatkan waktu sebelum suatu perkara itu datang, penjelasan dari hadits diatas yaitu :

1.        Manfaatkan masa muda  sebelum datang masa tua

Masa muda adalah masa untuk warisan dan masa berjihad. Masa muda merupakan masa yang sangat berharga hidup. Barangsiapa  yang memanfaatkan untuk dirinya, dia akan beruntung dan selamat. Dia juga akan berada di bawah naungan Allah swt ketika tidak ada naungan kecuali naungan- Nya. Barangsiapa menyia-nyiakan masa muda dalam hawa nafsu dan berfoya- foya, maka dia rugi. Jika dia mati  mendadak, niscaya dia akan sangat menyesal. Dan jika dia hidup sampai tua, dia juga akan menyesal. Karena jika ia mati, amalnya terputus dan jika ia sudah tua, badannya bungkuk, kakinya lemah, pendengaran dan penglihatannya berkurang, dan dia tidak mampu beramal shalih sebagaimana yang diinginkan. Allah telah berfirman dalam QS. At Tiin [95]: 4-6. Maksud ayat "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik-baik", ada empat pendapat.  Di antara pendapat tersebut adalah "Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik-baik saat masa muda yang bersemangat dan semangat untuk beramal. Masa tua adalah masa yang tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua, Masa kecil  dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda. Jika seorang mukmin di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan ditentukan pahala cara amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dengan firman Allah  (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman" adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal  , maka mereka di waktu orang tua kekurangan kekurangan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan ketaatan saat usia senja.  Karena Allah Ta'ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal.  Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran dalam waktu mudanya.

2.        Memanfaatkan kesehatan sebelum sakit

Ketika sakit kita berharap untuk bisa puasa tapi tidak  Berharap bisa shalat sambil berdiri, tapi tidak bisa berdiri. Berharap berangkat menuju masjid, tapi kedua kaki tidak kuat untuk menyangga badan. Maka kita akan menyesali hari-hari ketika kita masih mampu melakukan  sebuah semua ibadah, tapi tidak memanfaatkannya

3.        Manfaatkan Masa Kaya Sebelum Miskin

Kekayaan termasuk nikmat Allah.Orang yang diberi kekayaan wajib menyadari karunia Allah SWT dan wajib menyadari rahasia karunia ini. Nabi Sulaiman 'alaihissalam telah menjelaskan rahasia nikmat dalam ucapannya sesudah melihat singgasana Bilqis berada di hadapan beliau. Beliau berkata: "Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah kufur?" (QS. An-Naml [027]: 40). Oleh  karena itu seorang hamba wajib memanfaatkan masa kayanya, menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan. Hendaklah dia betul-betul menghindari sifat bakhil dan sifat menahan karunia Allah. Inilah di antara nasihat- nasihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam kepada ummatnya.  Nasihat yang sangat berharga.  Barangsiapa yang ingin selamat serta beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat, maka cobalah ia berusaha melaksanakan nasihat beliau shallallaahu 'alaihi wasallam.  Sedangkan orang yang enggan 22 untuk mengikuti nasihat.

4.        Manfaatkan waktu luang sebelum sempit

Kesehatan adalah mahkotanya orang sehat.  Kesehatan tidak terlihat kecuali orang yang sakit.  Demikian juga waktu luang yang sangat tinggi yang tidak disadari kecuali oleh orang yang sibuk.Hendaknya kita waktu-waktu luang kita dengan amalan-amalan shalih yang berguna bagi kita sendiri.  Sebab saat sibuk kita akan berharap dapat mempunyai waktu luanguntuk membaca buku dan membawakan pengajian, tapi tidak mendapatkan waktu itu.  Kita pun akan menyesali waktu-waktu yang telah tersia-siakan.  Ketahuilah, jika kita sudah memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang untuk taat kepada Allah, lalu sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka akan dituliskan buat kita pahala seperti pahala amalan yang dilakukan ketika sehat dan luang.  Akan tetapi kebanyakan manusia melalaikan hal itu, bahwa orang yang rugi secara hakiki adalah orang yang sehat dan memiliki waktu luang lalu tidak bisa memanfaatkan.

Seseorang tidak akan memiliki waktu yang lama sampai ia berkecukupan secara ekonomi serta berbadan sehat.  Barangsiapa yang memperoleh hal tersebut (berkecukupan dan berbadan sehat) maka dicarilah ia bertekad agar tidak rugi dengan cara mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya.  Di antara syukur kepada-Nya adalah dengan mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.  Barangsiapa meremehkan hal ini, dialah orang yang rugi.  Terkadang ada orang yang memiliki badan sehat namun tidak memiliki waktu luang yang disebabkan oleh pekerjaannya.  Terkadang juga ada orang yang kaya tetapi dia sakit.  Jika ada orang yang memiliki kedua hal tersebut, lalu dia malas untuk pantauan taat, maka dialah orang yang rugi.

Untuk lebih jelasnya, dunia ini adalah ladang, di sana ada perniagaan yang keberuntungannya akan nampak di akhirat.  Barangsiapa menggunakan waktu luang dan waktu sehatnya untuk taat kepada Allah, maka dia adalah orang yang berbahagia.  Barang siapa yang bertanggung jawab untuk hukum maksiat maka dialah orang yang rugi.  Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan dan sehat akan diiringi oleh sakit.  Membuat permisalan bagi mukallaf (orang yang telah dibebani beban syari'at) dengan seorang pedagang yang punya modal.  Pedagang ingin mencari untung dengan tetap menjaga keutuhan modalnya.  Caranya adalah dengan memilih orang untuk dimodali dan dia harus jujur ​​dan benar tidak rugi.  Kesehatan dan waktu luang adalah modal.  Maka semestinya scorang hamba mengisinya dengan kcimanan dan perbaikan hawa nafsu dan setan, meraih keuntungan di dunia dan akhirat.  Janganlah dia mentaati hawa nafsu dan setan agar modal dan keuntungannya tidak hilang sia-sia.  Kehilangan modal dan keuntungan adalah kerugian yang besar.

Banyak orang tertipu dengan kesehatan dan waktu luang, karena mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia kehidupan akhirat.  Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam ingin menunjukkan bahwa kehidupan yang mereka geluti tidak ada artinya sedikitpun, sedangkan kehidupan yang mereka tinggalkan, ajal kehidupan yang sebenarnya.  Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka dialah orang yang rugi.

5.        Manfaatkan hidup sebelum kematian

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberi nasihat kepada seseorang memanfaatkan hari-hari selama hidupnya sebelum matinya.  Hidup merupakan nikmat yang besar. Hari-hari dalam kehidupan kenikmatan. Karenanya setiap kali bangun dari tidurnya, Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :

Terjemahan:

"Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan 13 kami dan hanya kepada-Nya tempat kembali" (HR. Bukhari).[10]

Marilah kita manfaatkan hidup kita.Hendaknya kita sadar, bahwa kematian itu datangnya tiba-tiba.  Kematian itu tidak mengenal usia tertentu, dia tidak mengenal waktu-waktu tertentu dan juga penyakit-penyakit tertentu.  Hal ini bertujuan manusia mewaspadainya, persiapkan diri untuk menemui kematian. Sebagaimana yg dijelassskan dalam QS. Luqman [31]:34.[11]

Dari hadits diatas pelajaran yang dapat diambil adalah :

a.         Sebagai seorang muslim kita harus bertanggung jawab terhadap amal ibadahnya

b.        Memanfaatkan waktu dengan sebaik – baiknya

c.         Memanfaatkan waktu yang luang

d.        Memanfaatkan waktu sebelum datangnya suatu perkara

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Aeni, Ani Nur, 2014. Pendidikan Karakter Untuk Siswa SD Dalam Perspektif Islam, Jurnal PGSD Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 1 No. 1

Alwi, Muhammad Khidri, 2017. Kepemimpinan Dalam Perspektif Hadits, Jurnal Rihlah, Vol. 5 No. 2

Depag RI, Al-Jumanatul 'Ali (Al-Qur'an dan Terjemahan)

Fitri, Anggi, 2018. Pendidikan Karakter Perspektif Al-Qur’an Hadits, TA’LIM: Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol. 1 No. 2

Hermawan, Risdianto, 2018. Pengajaran Sholat Pada Anak Usia Dini Perspektif Hadits Nabi Muhammad SAW, Insania, Vol. 23 No. 2

Jalur sanad tersebut adalah “Telah menyampaikan ke kami Qobishoh dari Abdul Malik dari Rib'iy, bin Hirasy, dari  hudzaifah telah berkata: Rasulullah Saw. kepada Firosah ". Li Abi" Abdullah Muhammad bin Isma'il al-Bukhori, al  -Jami as-Shohih, (al-Maktabah as-Salafiyah), Juz 4. Bab ucapan saat tidur

Masniati, 2015. Kepemimpinan Dalam Islam, Jurnal Al-Qadau Vol. 2 No. 1

Purwanti, Eri, 2016. Implementasi Penggunaan SSP (Subject Specific Pedagogy) Tematik Integratif Untuk Menanamkan Tanggung Jawab, Kerja Keras, Dan Kejujuran, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar Vol. 3, No. 2

Rohmat, 2012. Skripsi: Pendidikan Sholat Pada Anak Usia 7 – 13 Tahun (Studi Terhadap Matan Hadits Imam Abu Daud Nomor 242), Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Sholih, Muhammad Da’i, 2017. Skripsi: Pendidikan Karakter Bertanggung Jawab Menurut Al Qur’an Surah Lukman Ayat 16, Salatiga: IAIN Salatiga

Sundari, Ade, 2019. Skripsi: Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Karakter Tanggung Jawab Pada Siswa di SMP Negeri 10 Rejang  Lebong, IAIN Curup

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asbabul Wurud Al-Hadits

Kajian Tafsir Al Mishbah

Konsep Mahabbah dan Ma'rifat dalam Tasawuf